Pemberantasan Korupsi; 10 Kabinet Lagi Belum Tuntas
Mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengakui, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak mudah. Kendala paling berat adalah budaya korupsi sudah merasuk di hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Bahkan, hingga terbentuk 10 kabinet lagi sekalipun, korupsi di negeri ini kemungkinan belum terberantas tuntas.
Abdul Rahman Saleh mengemukakan pendapatnya itu dalam diskusi buku karyanya, Bukan Kampung Maling, Bukan Desa Ustadz (Memoar 930 Hari di Puncak Gedung Bundar), di Toko Buku Gramedia, Matraman, Jakarta, Jumat (24/10) sore. Diskusi buku dari Penerbit Buku Kompas itu menghadirkan Wakil Jaksa Agung Mochtar Arifin dan Patra M Zen dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai pembahas.
Abdul Rahman sempat mempertanyakan kepada pengunjung yang mengikuti diskusi itu, siapa yang belum pernah bersentuhan dengan korupsi di negeri ini. Ketika warga mengurus identitas untuk dirinya, termasuk meminta kartu tanda penduduk dan surat izin mengemudi pun sering kali bersentuhan dengan korupsi. Korupsi dalam skala yang terkecil sekalipun, seperti memberikan ”uang lebih” kepada aparat pemerintah supaya urusannya dimudahkan, sudah menjadi ”budaya” di negeri ini.
Aparat negara juga cenderung meminta dilayani daripada melayani kepentingan warga. ”Kita ini negara republik, tetapi yang berkembang feodalisme. Di negara dengan budaya seperti ini, pemberantasan korupsi akan berlangsung lama,” ujarsnya.
Abdul Rahman, yang kini menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Denmark, membandingkan birokrasi di Indonesia yang cenderung lamban dan minta dilayani warganya dengan di Denmark yang bersih. Denmark menurut Transparency International adalah negara yang bersih dari korupsi. Indeks Persepsi Korupsi di Denmark tahun ini adalah 9,3 dan berada di peringkat pertama. Indonesia di peringkat ke-126 dengan skor 2,6.
Anggota Dewan Penasihat Presiden, Adnan Buyung Nasution, yang menghadiri diskusi itu, tidak sependapat bahwa korupsi di negeri ini sulit diberantas karena terkendala budaya. Sebab, bangsa ini pernah meraih masa keemasan bersih dari korupsi pada tahun 1950-an. Namun, diakui budaya feodal memang tumbuh dan berkembang di negeri ini. (tra)
Kompas, 27 Oktober 2008