Pejabat Pajak Surabaya Terlibat Pemalsuan Setoran Pajak
Empat Modus Perkuat Keterlibatan Orang Dalam
Kasus pemalsuan setoran pajak di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak I Jatim semakin melebar. Satu per satu keterlibatan pegawai internal kantor pajak mulai terkuak. Itu diketahui setelah Suhertanto, salah seorang tersangka yang ditangkap Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya, kemarin (19/4) membeberkan empat modus mafia pajak lainnya.
PNS yang bertugas sebagai konsultan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Karangpilang itu mengaku, kejahatan tersebut dilakukan dengan melibatkan jaringan di dalam kantor pajak, bukan dengan sembilan tersangka yang diringkus polisi bersama dia pada Minggu lalu (18/4).
Modus pertama kejahatannya, menurut Suhertanto, adalah memainkan SSP (surat setoran pajak). Pegawai yang sebelumnya menjadi juru tagih di KPP Rungkut itu menerapkan cara tersebut dengan mantan petugas penagihan pajak berinisial Bb. ''Dia (Bb, Red) bilang bahwa wajib pajaknya sendiri sudah tahu dan ada kongkalikong dengan wajib pajak,'' kata Suhertanto kepada Jawa Pos.
Modus kedua adalah mengurangi tunggakan. Dalam modus ini, lanjut Suhertanto, wajib pajaklah yang meminta tolong kepada dirinya. Dia mencontohkan PT SA yang punya utang pajak Rp 200 juta. Meski utangnya sebanyak itu, PT SA cukup membayar Rp 22,5 juta dan seluruh utang pajaknya beres.
Bagaimana caranya? Menurut Suhertanto, dirinya meminta tolong ke bagian OC (operator consul) berinsial DT untuk menembus database kantor. Sebab, cara itu tidak bisa dilakukan Suhertanto sendiri. DT-lah yang ahli IT di kantor pajak.
''Ini murni masuk kantong kami. Saya bagi berdua 50:50 dengan saya (operatornya, Red),'' ujarnya.
Modus ketiga adalah mengganti nama. Khusus cara ini tidak dilakukan oleh Suhertanto dengan DT, tapi dengan atasannya. Praktiknya, nama penunggak pajak diubah menjadi nama lain, bisa fiktif atau sesungguhnya. Pengubahan tersebut dilakukan sampai ke database. Karena itu, DT dilibatkan lagi.
''Tanpa atasan saya, saya tidak berani. Dan justru saya malah diajak atasan,'' tuturnya. Kemudian, Suhertanto menyebutkan nama atasannya yang berinisial Ed.
Setidaknya, modus tersebut diterapkan ke tiga perusahaan. Yang pertama adalah PT AM. Perusahaan ini menunggak Rp 200 juta.
PT AM harus membayar Rp 200 juta setelah sindikat tersebut berhasil mengalihkan nama dan alamat tertanggungnya. Suhertanto mengaku menerima Rp 50 juta, DT Rp 20 juta, dan sisanya dimakan oleh atasannya, Ed. Setelah dialihkan, PT AM lega karena tagihan pajak sudah tidak bakal sampai ke tempatnya karena data database sudah diubah.
Selanjutnya, PT MID yang utang pajaknya Rp 800 juta. Suhertanto dkk bisa mengalihkan atau mengubah nama tertanggungnya dengan imbalan Rp 250 juta. Pembagiannya sama persis, Suhertanto Rp 50 juta, DT Rp 20 juta, dan sisanya (Rp 180 juta) untuk Ed.
Perusahaan ketiga yang juga membayar banyak untuk mendapatkan pengubahan tagihan adalah PT PRX. Dengan tunggakan Rp 600 juta, PT PRX harus membayar Rp 200 juta.
Modus keempat adalah menghapus tunggakan sama sekali. Suhertanto mengaku tidak tahu apa-apa modus ini. Yang tahu atasannya. ''Saya tahu-tahu hanya dikasih Rp 10 juta saja,'' ucapnya, lantas menyebut Iv, inisial atasannya yang lain.
Suhertanto mencontohkan PT Myd yang berutang Rp 400 juta. Ketika hendak ditagih, Iv mencegah dan berkata: ''Ojok iki, wis tak garap (jangan yang ini, sudah saya garap, Red)."
Selain itu, Suhertanto mengatakan bahwa kejahatan mafia pajak dengan beragam modus juga banyak dilakukan oleh petugas pajak lainnya. ''Tapi, saya tidak tahu persis. Yang saya tahu ya yang saya sebut-sebut saja,'' tandasnya.
Terpisah, Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo mengatakan, pihaknya sedang memfokuskan pemeriksaan kepada orang-orang pajak. ''Kami sudah menyiapkan tim penyidik lain untuk mendalaminya,'' urai perwira dengan dua mawar di pundak tersebut.
Anom menegaskan, polisi tidak akan gegabah. Meski sudah mendapatkan pengakuan Suhertanto dan menyita sejumlah bukti bundel ketetapan pajak, Anom tetap berhati-hati. ''Yang penting bagi kami adalah akurasi penyidikan. Daripada grusa-grusu (buru-buru), arah penyidikan tak jelas, mending pelan tapi terarah,'' kata mantan Kasatpidum Ditreskrim Polda Jatim tersebut.
Sebelumnya, Unit Pidum Satreskrim Polwiltabes Surabaya dalam waktu sebulan berhasil membongkar sindikat pajak tersebut. Penangkapan itu bermula dari laporan seorang wajib pajak yang merasa sudah membayar pajak, tapi masih menerima tagihan pajak.
Dari laporan tersebut, polisi akhirnya berhasil membongkar sindikat pemalsu validasi bank untuk mendapatkan SSP (surat setoran pajak) dengan jumlah tersangka sepuluh orang. Salah seorang di antara mereka adalah Suhertanto, PNS kantor pajak.
Hingga kini jumlah kerugian negara belum bisa dipastikan. Namun, ditaksir ratusan miliar rupiah. Indikasinya, dari bundel ketetapan pajak yang disita petugas, ada 361 wajib pajak yang dimainkan oleh sindikat tersebut.
Perbandingannya, PT Putra Mapan Sentosa. Selama lima tahun sebagai wajib pajak, uangnya digondol Rp 934 juta. Itu baru satu perusahaan saja. Belum 360 perusahaan lain. (ano/c1/iro)
Sumber: Jawa Pos, 20 April 2010