Pejabat Bea-Cukai Divonis 4 Tahun Penjara
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Agus Sjafiin Pane empat tahun penjara. Majelis hakim menyatakan, terdakwa pejabat di Direktorat Bea dan Cukai ini sengaja menerima dan meminta uang dari importir. ”Terdakwa telah membantu penerbitan surat pengeluaran barang dengan imbalan berupa uang,” kata ketua majelis hakim Teguh Hariyanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. ”Terdakwa bahkan menelepon para importir untuk meminta uang.”
Agus adalah pejabat fungsional pemeriksa dokumen jalur hijau pada kantor pelayanan utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta. Perbuatan ini terbongkar setelah tim gabungan bidang kepatuhan internal Bea-Cukai dan Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan inspeksi mendadak pada 30 Mei 2008.
Adapun importir yang telah memberikan uang kepada terdakwa, menurut hakim, adalah PT Changhong, Kenari Djaya, Gemilang Expressindo, Hibson Wira Prakasa, Daisy Mutiara Nusantara, Catur Daya Sembada, dan CV Sinar Fajar. Jumlah yang diberikan tiap perusahaan itu dari Rp 800 ribu hingga Rp 76 juta.
Hakim menyatakan, Agus terbukti melanggar Pasal 12-b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain vonis penjara, Agus dikenai denda Rp 200 juta atau dipenjara selama empat bulan. Hakim juga menilai perbuatan terdakwa tidak berdiri sendiri. ”Ada pelaku bersama, yaitu pejabat fungsional pemeriksa dokumen Pangihutan Manahara dan Piyossi,” ujar hakim.
Putusan hakim disambut isak tangis keluarga yang menyaksikan sidang. Agus sendiri tampak tegar mendengar putusan. Atas vonis itu, Agus menyatakan pikir-pikir. Adapun jaksa Sarjono Turin, yang sebelumnya menuntut Agus 3 tahun 6 bulan penjara, juga menyatakan pikir-pikir.
Seusai sidang, Derta Ratmanto, pengacara Agus, menyatakan bahwa pertimbangan hakim dalam putusan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan. Menurut dia, kliennya memang menerima uang tapi tidak mengetahui dari mana asal uang itu. Derta juga membantah jika kliennya disebut telah menyalahgunakan kekuasaan. FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 28 Juli 2009