Pejabat Bea-Cukai Dituntut 3,5 Tahun
Terdakwa Agus Syafiin Pane dituntut 3 tahun 6 bulan penjara. Pejabat fungsional Pemeriksa Dokumen Jalur Hijau pada Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, itu dituntut pidana atas tuduhan menerima suap dalam pengurusan dokumen proses pengeluaran barang impor dari wilayah pabean Tanjung Priok, Jakarta.
”Terdakwa dinilai bersalah karena melanggar Pasal 11 Undang-Undang Antikorupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana tercantum dalam dakwaan kedua," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Sarjono Turin, di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi kemarin. Selain tuntutan pidana, terdakwa dikenai denda sebesar Rp 250 juta.
Menurut jaksa, dalam tuntutannya, Agus diduga menerima uang suap Rp 76 juta secara bertahap dari beberapa pengusaha. Uang itu diduga untuk memperlancar pengeluaran barang yang diimpor. ”Penyerahan uang itu melalui perantaraan Tukimin, petugas kebersihan di kantor Bea-Cukai Tanjung Priok,” ujar jaksa Dwi Aris, anggota tim jaksa.
Agus, jaksa melanjutkan, juga diduga menerima sejumlah uang yang jumlahnya beragam mulai Rp 900 ribu hingga Rp 22 juta. Uang tersebut, menurut jaksa, kemudian dibagikan kepada 20 pegawai Bea dan Cukai. "Sehingga, unsur menerima hadiah atau janji sudah terpenuhi," ujar jaksa.
Derta Rahmanto, pengacara Agus, menyatakan bahwa pasal yang dituduhkan terhadap kliennya tidak proporsional. Sebab, menurut Derta, dalam kasus ini tidak hanya kliennya yang menerima, tapi juga petugas Bea-Cukai lainnya. Derta menilai, KPK tidak adil. Seharusnya, menurut dia, setiap orang di mata hukum sama. ”Klien kami memang menerima tapi yang lain-lain juga ikut menerima," kata Derta seusai sidang.
Ketua majelis hakim Moerdiono meminta tim pengacara Agus menyiapkan pembelaan paling lambat 21 Juli 2009. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 14 Juli 2009
{mospagebreak title=Pejabat Bea dan Cukai Dituntut 3,5 Tahun}
Pejabat Bea dan Cukai Dituntut 3,5 Tahun
Pejabat fungsional pemeriksa dokumen jalur hijau pada kantor pelayanan utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Priok tahun 2007-2008, Agus Sjafiin Pane, Senin (13/7) di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, dituntut dengan hukuman tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Tuntutan hukuman itu disampaikan karena tim penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai Sarjono Turin berpendapat, Agus menerima uang dan televisi saat menjalankan tugasnya pada Januari-Mei 2008.
Kasus ini bermula dari inspeksi mendadak KPK serta Tim Kepatuhan Internal Ditjen Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, 30 Mei 2008.
Dalam inspeksi itu, KPK menemukan beberapa amplop berisi uang dari berbagai perusahaan. Besar uang dalam amplop yang umumnya juga bertuliskan nomor dokumen itu bervariasi, ada yang Rp 14 juta, Rp 9 juta, Rp 8 juta, dan Rp 4,8 juta. KPK juga menemukan bukti transfer senilai Rp 47 juta dan Rp 57 juta.
Dalam tuntutannya, penuntut umum menyatakan, uang yang diterima Agus antara lain Rp 76,75 juta dari Ayang selama Januari-Mei 2008. Januari dan 29 Mei 2008, Agus Sjafiin juga menerima Rp 3 juta dari Suwandi. Dia juga menerima Rp 22 juta dari Hernoto Pranoto pada Maret, April, dan Mei 2008.
Agus Sjafiin juga menerima uang Rp 900.000 dari Agus Subandi pada 20 April 2008, awal dan akhir Mei 2008. Pada 2 Mei, 9 Mei, dan 23 Mei 2008, dia menerima lagi Rp 12 juta dari Subagyo. Dari Muhammad Yusuf, Agus Syafiin menerima Rp 6 juta dan dari Robby Aritonang menerima Rp 800.000 pada Januari dan Februari 2008.
Ketua Majelis Hakim Moerdiono memberi Agus dan kuasa hukumnya kesempatan menyampaikan pembelaan. (NWO)
Sumber: Koran Tempo, 14 Juli 2009
{mospagebreak title=Jaksa Tuntut Penyidik Bea Cukai 3,5 Tahun Penjara}
Jaksa Tuntut Penyidik Bea Cukai 3,5 Tahun Penjara
Sidang dugaan suap yang melibatkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Ditjen Bea Cukai (BC) Agus Sjafiin Pane di Pengadilan Tipikor terus bergulir. Kemarin jaksa penuntut umum (JPU) menuntut pria 39 tahun itu 3,5 tahun penjara.
Selain pidana badan, jaksa meminta hakim membebankan denda Rp 250 juta. "Berdasar fakta yang terbukti di persidangan, kami meminta majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi," jelas koordinator JPU Sarjono Turin.
Dalam surat tuntutan tersebut, jaksa menyebut Agus menerima sejumlah uang dari importer. Para importer berurusan dengan Agus karena posisinya sebagai pejabat fungsional pemeriksa dokumen (PPFD) di Kantor Pelayanan Tanjung Priok.
Menurut rincian jaksa, uang itu berturut-turut diterima Agus. Di antaranya periode Januari-Mei 2008 senilai Rp 76,7 juta. Uang itu didapat dari saksi Tan Nadim. Agus juga mengantongi setoran dari Hernoto Prawiro alias Cuming senilai Rp 22 juta. ''Uang itu diterima berturut-turut antara periode Maret-Mei 2008," jelas Sarjono.
Selain itu, Agus terbukti menerima uang dari Subagyo senilai Rp 12,1 juta. Lalu masih ada rentetan penerimaan suap oleh Agus. Bila ditotal, seluruh uang yang diterima Agus dari importer senilai Rp 121 juta. "Penerimaan itu juga melalui kurir," ungkapnya.
Setoran yang diterima Agus terungkap saat Ditjen Bea Cukai melakukan inspeksi mendadak bersama KPK Mei tahun lalu. Saat digeledah, di tas Agus ditemukan amplop berisi uang Rp 6,1 juta. Selain itu, dalam mobil Suzuki APV B 2737 SQ, juga ditemukan uang Rp 87,5 juta, USD 1.000, AUD 50, dan SGD 23.
Uang itu diberikan karena kedudukan Agus selaku petugas pemeriksa dokumen. Imbalannya, Agus akan memudahkan pengeluaran barang impor dari Pelabuhan Tanjung Priok. ''Berdasar uraian di atas, kami berpendapat unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi," imbuh Jaya P. Sitompul, jaksa lain dalam sidang itu.
Jaksa juga menilai perbuatan Agus tak berdiri sendiri. Dia melakukannya bersama dengan sejumlah kolega. Di antaranya Piyossi, Eddy Iman Santoso, dan Pangihutan Manahara Uli Marpaung. Jaksa menambahkan, barang yang diterima Agus akan digunakan sebagai bukti dalam perkara lain. Setelah tuntutan itu, Agus akan membacakan nota pembelaan (pleidoi) pada sidang Selasa (21/7) pekan depan. (git/oki)
Sumber: Jawa Pos, 14 Juli 2009