PDIP Pecat Condro dan Max Moein Dari Keanggotaan DPR
Sikap berani Agus Condro membongkar kasus suap pemilihan deputi gubernur senior BI bukannya mendapat pujian. Politikus asal Batang, Jateng, itu harus menerima kenyataan diberhentikan dari keanggotaan DPR oleh DPP PDIP.
Surat pemberhentian (PAW -pergantian antarwaktu) Agus sudah diteken Sekjen PDIP Pramono Anung. ''Saya rasa saat ini suratnya sudah sampai di pimpinan DPR,'' ujarnya setelah acara peluncuran nomor urut 28 di Kantor DPP PDIP, Jalan Lenteng Agung, Jakarta, kemarin (28/8).
Selain Condro, PDIP memberhentikan Max Moein. Kasus yang menimpa Max berbeda dengan Condro. Bila Condro mengungkapkan adanya suap di DPR, Max terkait kasus perselingkuhan dengan stafnya. Bahkan, Max juga direkomendasi pecat oleh Badan Kehormatan (BK) DPR.
Menurut Pramono, dengan keputusan itu, PDIP ingin menunjukkan komitmennya terhadap tegaknya integritas kadernya sebagai wakil rakyat. Dia juga menyatakan, jauh sebelum BK memutuskan tentang kasus skandal Max Moein, pihaknya telah menyiapkan proses PAW. ''Kami telah bertindak cepat. Supaya masyarakat tahu bahwa PDIP tidak melindungi orang yang bersalah,'' tegasnya.
Bagaimana kasus Condro? Menurut Pramono, DPP PDIP telah memanggil seluruh nama yang disebut Condro menerima Rp 500 juta setelah pemilihan Deputi Senior BI Miranda Goeltom. Di antaranya, Dudi Makmun Murod, Emir Moeis, Tjahjo Kumolo, dan Panda Nababan. ''Tapi, semua membantah menerima uang tersebut,'' jelas Pramono.
Ketika dikonfirmasi, Condro menerima apa pun keputusan DPP PDIP. Namun, dia tetap bersikukuh bahwa ada suap dalam kasus pemilihan Miranda yang melibatkan rekan-rekannya di Fraksi PDIP. Karena itu, bantahan dari sejumlah rekannya juga tidak akan mengubah pengakuannya. ''Biarin saja. Toh saya yang mengalami itu. Saya nggak mau bercerita yang tidak saya alami,'' katanya.
Dia juga meluruskan bahwa dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Tjahjo Kumolo memang tidak hadir. Dalam lobi itu juga tidak dibahas persoalan uang. ''Kami memang diperkenalkan. Ini lho Mir, teman-teman siap mendukung. Kebetulan sebelumnya PDIP kan juga mendukung Miranda dalam pemilihan gubernur BI, tapi kalah,'' beber Condro.
Namun, Condro bersikeras bahwa sebelum lobi Dharmawangsa, pimpinan fraksi, yaitu Tjahjo Kumolo, sudah mengumpulkan mereka di ruang poksi. Tak hanya mengarahkan pilihan kepada Miranda dengan argumentasi yang rasional, pembicaraan mengenai adanya komitmen ''uang balas jasa'' juga muncul di sana.
''Omongan yang menyinggung soal uang muncul di situ. Jujur saja, baru kali itu saya mendengar rembukan soal duit. Sebelunya, di komisi VII, saya tidak pernah tahu yang begitu itu,'' katanya. Sampai sekitar Juni 2003, Condro memang masih duduk di komisi VII.
Apa yang akan dilakukan Condro selanjutnya? ''Saya diminta KPK untuk membuat kronologi lebih lengkap beserta kuitansi pembelian mobil dan BPKB. Tapi, feeling saya, KPK sudah melangkah kok,'' tuturnya. (cak/pri/tof)
Sumber: Jawa Pos, 29 Agustus 2008