Paskah Ganti Sebut Anwar Nasution
Yang Menyarankan Pengembalian Dana BI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tancap gas dalam mengusut kasus aliran dana Bank Indonesia. Kemarin (7/8) lembaga antikorupsi itu memanggil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, mantan Deputi Gubernur BI Aulia Pohan, dan mantan anggota Komisi IX DPR Daniel Tanjung sekaligus untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Kuningan.
Paskah menjadi pusat perhatian setelah ada pengakuan dua pejabat BI Rizal Anwar Djaafara dan Lucky Fathul Aziz dalam sidang terdakwa mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah Rabu (6/8). Di bawah sumpah, keduanya mengungkapkan, Paskah menyusun skenario penyelamatan DPR menyusul temuan BPK yang menyebutkan ada dana BI Rp 68,5 miliar yang mengalir untuk bantuan hukum para mantan pejabat dan Rp 31,5 miliar masuk ke Komisi IX DPR periode 1999-2004. Total dana Rp 100 miliar.
Namun, setelah menjalani pemeriksaan sekitar pukul 14.30, Paskah membantah kesaksian Rizal dan Lucky soal skenario tersebut. "Begini, apa yang berkembang di pengadilan tidak benar. Itu (hanya, Red) katanya," ujar mantan ketua subkomisi keuangan itu di Ruang Konferensi Pers KPK. Dia juga membantah melakukan pertemuan-pertemuan dengan pihak BI.
"Saya tidak pernah melakukan pertemuan itu. Toh, di situ dikatakan saya tidak datang, tidak hadir. Hanya ada yang menjanjikan saya hadir," katanya.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Lucky mengungkapkan, Paskah menghadiri pertemuan di Hotel Le Meridien pada Agustus 2005 dan akhir Desember 2005.
Dalam pertemuan pertama, Kepala Perwakilan BI di New York itu mengungkapkan, ada pembahasan penyelesaian masalah terkait dengan temuan BPK soal dana Rp 31,5 miliar BI yang penggunaannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Paskah juga pernah ragu-ragu soal uang yang diterima DPR berjumlah Rp 31,5 miliar. Ditambahkan, Paskah mengusulkan agar BI bertemu dengan Ketua BPK untuk penyelesaian masalah itu. Soal itu, Paskah mengelak. "Saya tidak dengar itu, jadi tidak perlu saya tanggapi," ujarnya.
Dalam pertemuan kedua di Hotel Le Meridien, DPR meminta BI membuat laporan pertanggungjawaban kepada BPK soal aliran dana ke DPR.
Sedangkan pertemuan Dharmawangsa diungkap Rizal Anwar Djaafara. Menurut dia, pertemuan itu diminta Hamka Yandhu melalui telepon kepadanya. Saat itu, Hamka mengungkapkan Paskah ingin bertemu dengan gubernur BI untuk membahas laporan BPK ke KPK soal aliran dana BI. Namun, dalam pertemuan yang telah dijanjikan, Paskah tak datang. Dalam pertemuan pada November 2006, politikus Golkar itu mewakilkan ke Hamka dan anggota DPR Boby Suhardiman. Dari BI, ada Burhanuddin, Rusli Simanjuntak, dan Rizal Djaafara. Dalam pertemuan itu, Paskah menawarkan skenario agar anggota DPR bebas dari kasus BI. Caranya, melimpahkan tanggung jawab pengembalian uang Rp 31,5 miliar kepada Rusli Simanjuntak. Dengan begitu, uang ke DPR melalui Hamka tidak dianggap ada. Paskah juga minta perkara dihentikan, tidak sampai ke pengadilan.
"Itu tidak benar. Itu sudah berkembang. Saya katakan tidak benar sama sekali, tapi nanti terserah penilaian hakim. Dari saya, apa yang berkembang tidak benar, apalagi itu katanya-katanya," ujarnya. Paskah kembali menegaskan dirinya tidak berupaya menghentikan kasus BI.
Meski pengakuan dua pejabat BI itu di bawah sumpah, Paskah bersikukuh. "Iya di bawah sumpah juga kalau katanya-katanya bukan dari saya," kata pria kelahiran Bandung itu.
Ditambahkan, ide pengembalian dana Rp 100 miliar yang bermasalah itu justru datang dari Ketua BPK Anwar Nasution yang mantan deputi gubernur senior BI. "Tidak ada. Saya rasa semua tahu, saran mengembalikan kan dari Pak Anwar Nasution. Bukan dari saya," ujar mantan anggota Pansus RUU Amandemen BI itu.
Meski disebut-sebut Hamka Yandhu bahwa dia mendapat bagian Rp 1 miliar, Paskah menolak tudingan ada pembagian dana di DPR. "Saya tidak dengar itu. Waktu sidang di DPR, rapat di DPR, semua sebetulnya ternotulensi dengan baik," ujarnya.
Soal materi pemeriksaan yang baru saja dijalaninya, Paskah tidak mau menjelaskan. Alasannya, dilarang UU.
Kembangkan Penyidikan
Meski pemeriksaan tidak disatukan, KPK kemarin mengonfrontasi keterangan Daniel Tanjung dan Aulia Pohan. "Tidak dalam satu ruangan, tapi keterangannya kami konfrontir," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi S.P.
Dalam kesaksian di Pengadilan Tipikor sebelumnya (16/7), Aulia mengungkapkan sambil bergurau bahwa anggota Komisi IX DPR Daniel Tanjung sering melontarkan kalimat "itu ada ongkosnya" untuk menyelesaikan BLBI. Kepada penyidik KPK, Aulia juga menyatakan bahwa mantan Ketua Komisi IX DPR Paskah Suzetta juga pernah melontarkan kalimat "Kalau mau tuntas, itu ada biayanya karena anggaran DPR tidak mencukupi". Namun, keterangan soal Paskah sudah dicabut Aulia dalam sidang.
Ditemui setelah pemeriksaan sekitar pukul 13.34, Daniel mengaku diperiksa berkaitan dengan keterangan Aulia Pohan. "Dimintai keterangan atas pernyataan Aulia Pohan," ujarnya, lantas masuk mobil.
Dalam keterangan Hamka Yandhu di sidang Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong, Daniel disebut-sebut menerima Rp 500 juta. Jumlah itu dua kali lipat jika dibandingkan dengan dana untuk anggota lain yang rata-rata mendapatkan Rp 250 juta.
Setelah Daniel keluar, giliran Aulia yang keluar. Ayah presenter Anissa Larassati Pohan itu semula bermaksud lewat pintu umum di samping lobi KPK. Namun, karena mobil penjemput belum datang, ajudannya meminta untuk masuk kembali. Aulia bahkan harus sembunyi di balik pot bunga besar di lobi Gedung KPK untuk menghindari sorotan kamera wartawan.
Aulia kemudian lewat jalan keluar yang tidak lazim. Yakni, pintu masuk umum di samping ruang lobi. Sambil menutupi mukanya dengan laptop, Dia berjalan menuju mobil.
Aulia dianggap punya peran dominan dalam aliran dana BI. Selain menjabat anggota Dewan Gubernur BI yang menyetujui aliran dana, pria berkacamata itu juga masuk Dewan Pengawas YPPI (Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia). Dia sekaligus koordinator ex officio Panitia Sosial Kemasyarakatan (PSK) yang mengelola bagian uang sebesar Rp 71,5 miliar.
Dalam kasus BI, KPK baru menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Burhanuddin Abdullah, Rusli Simanjuntak, dan Oey Hoey Tiong dari BI, serta Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin dari DPR.
Menurut Wakil Ketua KPK M. Jasin, kasus BI belum berhenti sampai di situ. Pihaknya masih terus mengembangkan pengusutan terhadap kasus besar tersebut. (ein/noe/nw)
Sumber: Jawa Pos, 8 Agustus 2008