Pasca Putusan Praperadilan BG, Hakim Sarpin Membuka Lebar Pintu Koruptor Ajukan Praperadilan
Pasca Putusan Praperadilan BG, Hakim Sarpin Membuka Lebar Pintu Koruptor Ajukan Praperadilan
Pasca putusan praperadilan Budi Gunawan (BG) yang dikabulkan oleh hakim Sarpin Rizaldi akan menjadi pintu lebar bagi tersangka koruptor untuk melayangkan gugatan penetapan tersangka di praperadilan. Menurut pakar hukum Zainal Arifin Mochtar, putusan yang dibacakan Hakim Sarpin sangatlah berbahaya bagi lembaga Hukum seperti KPK tidak bisa melakukan ‘pengejaran’ kasus yang katanya bukan penyelenggara negara. hal ini akan menjadi ancaman kedepanya karena KPK tidak bisa mengejar kasus anda (polisi) disebabkan hanya pejabata administrasi dan berpangkat Eslon II kebawah.
“Logikanya KPK tidak bisa menangani kasus BG karena saat itu BG hanya Eslon II dan pejabat administrasi kepolisian. Ini berbahaya, bisa diartikan jika anda polisi dan hanya pejabata administrasi berstatus Eslon II kebawah boleh terima hadiah,” kata dia saat dihubungi.
Dari kasus BG ini, hakim Sarpin telah membuka secara resmi pintu praperadilan bagi para koruptor. Sedangkan Mahkamah Agung (MA) akan memiliki tugas berat karena pengadilan dibawahnya akan menerima puluhan ribu penetapan tersangka. Selain itu, Pengajar Ilmu Hukum UGM ini pun menegaskan, dengan adaya hal ini KPK secara rasional akan melakukan Peninjauan Kembali (PK).
“Bayangan paling berat adalah MA, praperadilan dibukakan pintu sama Sarpin secara resmi, jadi MA siap-siap saja,” ujarnya.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menyatakan apa yang telah menajdi putusan hakim Sarpin sangatlah terlewat batas pada kewenangan praperadilan. Selain menyalahi aturan KUHAP yang menyebutkan tidak ada kewenangan praperadilan untuk mengadili status tersangka, hakim Sarpin juga bertindak lebih jauh menafsirkan UU terkait kewenangan KPK. Karenanya putusan hakim Sarpin sangat membahayakan upaya pemberantasan korupsi.
“Seharusnya itu menjadi kewenangan Tipikor. Nantinya pengacara BG bisa disampaikan epsesi dalam pengadilan tipikor nantinya,” katanya.
Refly menegaskan, KPK harus melakukan PK untuk menyelamatkan proses pemberantasna korupsi. Pasalnya jika tidak dilakukan akan menjadi entry point bagi tersangka-tersangka korupsi lainya untuk melakukan gugatan serupa.
KPK harus cepat mengajukan PK dan putusan praperadilan dapat dibatalkan oleh MA. Upaya ini dapat memulihkan upaya pemberantasan korupsi kembali.
“Nantinya KPK akan disibukkan dengan gugatan-gugatan seperti ini, padahal masih banyak kasus korupsi yang sedang mengantri untuk diselesaikan,” ucapnya.
Selaku kepala negara Presiden Jokowi, diharapkan tidak perlu meneruskan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri, karenanya proses praperadilan tidak akan menghilangkan substansi terkait dugaan rekening gendut. Karenanya, publik masih berhak untuk mendapatkan calon Kapolri yang tidak bermasalah dengan hukum dan memiliki kepercayaan publik yang tinggi.
“Presiden masih memiliki hak konsitusionalnya dalam menentukan nasib BG, namun tetap kepercayaan publik dalam memilih Kapolri yang bersih masih diharapkan kepada Jokowi,” tegas Refly.