Para Pimpinan Pondok Pesantren Se-Jatim Usulkan Pemiskinan Koruptor
Dalam pertemuan Halaqoh Kebangsaan yang dihadiri para pimpinan pondok pesantren se-Jawa Timur (Jatim) dan tokoh-tokoh penggiat antikorupsi, diusulkan hukuman seberat-beratnya, pemiskinan dan sanksi sosial, serta menolak pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor. Pasalnya, upaya pemberantasan korupsi dirasa semakin melemah. Hal ini juga dirasakan oleh pimpinan dan warga Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, dan pemimpin pesantren Jatim lainnya.
Kegiatan Halaqoh Kebangsaan yang diadakan di Pesantren Tebuireng, Jombang, dihadiri oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng, K.H Sholahudin Wahid, bersama pimpinan pondok pesantren Jawa Timur lainnya. Selain itu, dihadiri juga oleh Plt pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, pimpinan KPK non-aktif Bambang Widjojanto, anggota Tim 9 Prof Dr Jimly Asshiddiqie SH, Robithoh Ma'had Islamiyah (RMI Jatim), Indonesia Corruption Watch (ICW) Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, dan Staf Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Aradila Caesar Ifmaini Idris.
Upaya pemberantasan korupsi semakin pudar disebabkan kekuasaan politik yang menghalalkan segala cara dengan menindas hak-hak rakyat. Hal ini diiringi juga dengan menguatnya oligarki yang memiliki berbagai kepentingan ekonomi dan politik. "Pertemuan Halaqoh Kebangsaan ini menyimpulkan bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat dibenarkan dari aspek manapun, serta merugikan umat." kata KH. Sholahudin Wahid, Jum'at (29/3/2015).
Para pemuka agama ini tegas mendukung pemberantasan korupsi dan menentang segala bentuk pelemahannya. Dalam hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bersikap tegas dalam menyelesaikan konflik antar lembaga hukum serta menghentikan kriminalisasi terhadap lembaga dan pegiat antikorupsi. Untuk itu, para penyelenggara negara di semua lini harus menunjukkan komitmennya sebagai pelopor pemberantasan korupsi.
Oleh karenanya, para tokoh pesantren dan penggiat antikorupsi menyarankan agar Presiden Jokowi mampu menguatkan posisi institusi penegak hukum seperti KPK, Polri, Mahkamah Agung (MA), dan Kejaksaan. Hal ini berguna untuk memberikan efek jera, hukuman koruptor haruslah seberat-beratnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pemiskinan, sanksi sosial, dan menolak pemberian remisi serta pembebasan bersyarat kepada koruptor.
"Maka dukungan dari legislatif dan eksekutif sangat dibutuhkan guna memperkuat lembaga antikorupsi." tegasnya.