Panggil Paksa Eks Pengawal Soeharto
Diduga Kuasai Tanah 3 Hektare Milik TNI
Bekas pengawal mantan presiden almarhum Soeharto, Brigjen (pur) Herman Sarens Sudiro, dipanggil paksa oleh oditur militer Kodam Jaya kemarin (18/1). Sejumlah personel polisi militer mendatangi rumah Herman di kluster Vermont Parklane G-5/17, BSD City, Serpong, Tangerang Selatan. Malah personel TNI dilaporkan mengepung rumah Herman sebelum membawanya.
Herman dianggap tiga kali mengabaikan panggilan oditur militer terkait dengan kasus yang melilitnya. Menurut Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) Angkatan Darat Mayjen TNI Subagja Djiwapradja, kedatangan sejumlah anak buahnya ke rumah Herman untuk menegakkan hukum militer. ''Tak ada penangkapan atau pengepungan. Yang benar adalah upaya panggil paksa,'' bantahnya.
Herman dipanggil paksa karena sudah tiga kali tidak datang menghadap oditur militer. Dia menjelaskan, pemanggilan pertama dilakukan pada Januari 2009, kedua pada Februari 2009, dan ketiga pada Maret 2009. Tetapi, Herman tidak pernah memenuhi panggilan tersebut. Alasannya beragam, termasuk alasan sakit hingga harus berobat ke Singapura.
Kasus yang melibatkan Herman itu terjadi pada saat dia masih menjadi anggota militer. Karena itu, yang menanganinya adalah polisi militer. Setelah bersatus sipil (pensiun), ungkap Subagja, Herman menolak panggilan dari oditur militer. Dia meminta agar yang memanggil adalah polisi.
''Kami telah bekerja sama dengan kepolisian. Tapi, pemanggilan itu juga tidak diindahkan yang bersangkutan,'' katanya. Kasus yang melilit Herman adalah dugaan penyalahgunaan aset TNI berupa tanah di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan, seluas tiga hektare.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen menjelaskan bahwa kasus Herman terjadi saat menjabat komandan Korps Markas Hankam ABRI pada 1970. ''Ada yang belum diselesaikan secara internal,'' ujar Sagom.
Dia menuturkan, Herman ingin menguasai beberapa bidang tanah milik TNI (saat itu ABRI). Termasuk, tanah di kawasan Warung Buncit tersebut. ''Jadi, ini murni penegakan hukum. Ini sebenarnya persoalan internal TNI, namun jadi ribut karena berada di area publik,'' katanya.
Herman Sarens Sudiro adalah komandan Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres) pada 1967. Dua tahun lalu, sebelum mantan Presiden Soeharto mengembuskan napas terakhir pada Januari 2008, Herman menjenguk mantan bosnya itu di RS Pusat Pertamina.
Jabatan Herman dimulai dari komandan Kompi Tentara Pelajar Siliwangi, di Banjar. Lalu, komandan Peleton Divisi Siliwangi di Garut (1946), komandan Kompi Divisi Siliwangi di Jakarta (1949), wakil komandan Batalyon Divisi Siliwangi di Bandung (1959), dan Karo Suad 2 MBAD, Jakarta (1964). Herman mengisi hari tuanya dengan aktif sebagai promotor pertandingan tinju dan berkuda. Selain itu, Herman pernah aktif sebagai pembina di klub olahraga menembak.
Hingga tadi malam, Herman maupun keluarganya belum dapat dikonfirmasi. Dalam selebaran yang dibagikan seseorang di depan rumahnya, Herman membantah telah menyalahgunakan aset TNI. Tanah di warung Buncit, menurut dia, adalah tanah pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan TNI. (rdl/rko/ jpnn/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 19 Januari 2010
---------------
Herman Sarens Belum Mau Serahkan Diri
Mantan Komandan Korps Markas Pertahanan dan Keamanan Brigadir Jenderal (Purn) Herman Sarens Sudiro sampai Senin (18/1) pukul 00.00 belum mau menyerahkan diri kepada rombongan Polisi Militer TNI yang mendatangi rumahnya sejak pagi hari. Enam petugas Pom TNI berseragam dengan senjata laras pendek di pinggang akan membawa pensiunan jenderal berbintang satu tersebut.
Tim Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya) mendatangi rumah Herman Sarens berdasarkan Surat Kepala Oditur Militer Tinggi (Kaotmilti) II Jakarta Nomor B/520/IX/2009 tanggal 17 September 2009 tentang permohonan bantuan penangkapan dan penahanan terhadap Brigjen (Purn) Herman Sarens Sudiro.
Rombongan meminta Herman Sarens Sudiro untuk menyerahkan diri guna memenuhi panggilan disidang sebagai terdakwa penyalahgunaan wewenang di Oditurat Militer Tinggi II Jakarta. Putri Herman Sarens yang bernama Rani meminta penggeledahan dan penangkapan dilakukan polisi karena ayahnya bukan lagi anggota TNI. Saling tunggu terjadi karena aparat TNI menunggu polisi dari Polsek dan Polres Tangerang yang menanti surat perintah.
Upaya tiga kali negosiasi antara pihak keluarga dan wakil Pom TNI, Kodam Jaya serta Kepala Polsek Serpong, Kota Tangerang Selatan, gagal. Kebuntuan terjadi karena Herman yang menjadi terdakwa dalam kasus penyalahgunaan wewenang menyangkut kepemilikan tanah di Jalan Warung Bincit Raya Nomor 301, Jakarta Selatan, bersikeras tidak mau keluar dari rumahnya di Blok G5 Nomor 18 Cluster Virginia, Telaga Golf, Bumi Serpong Damai, Kota Tangerang Selatan.
Mayor Wirdel Boy, perwakilan dari Satuan Pelaksana Penyidikan Mahkamah Militer, dan Kepala Polsek Serpong Ajun Komisaris Budi Hermanto yang ditugaskan menjadi negosiator tak berhasil membuat Herman keluar dari rumahnya. Sebelumnya, Wirdel mengatakan, ia disuruh pimpinan untuk negosiasi dengan pihak keluarga.
”Tetapi, istrinya mengatakan suaminya sakit. Ia minta waktu satu minggu lagi,” kata Wirdel.
Proses peralihan
Teddy Sudiro, salah seorang putra Herman Sarens Sudiro, membantah telah terjadi masalah di rumah ayahnya. Tidak ada tembak-menembak, tidak ada negosiasi seperti diberitakan oleh sebuah televisi swasta.
”Bapak hanya ditanyakan bagaimana proses beralihnya tanah seluas 3 hektar itu, yang diperoleh pada saat Bapak menjabat Dankorma Hankam tahun 1968. Petugas yang diperintah oleh Panglima datang menanyakan bagaimana tanah tersebut yang semula milik Hankam beralih menjadi hak milik keluarga Sudiro,” tutur Teddy.
Orangtuanya, kata Teddy, sudah berumur 80 tahun, sudah tidak kuat lagi untuk jalan, apalagi mau mengangkat senjata. ”Kalau memang Hamkam, atau Panglima ingin mengambil lagi tanah itu, ya, kami serahkan saja kembali. Tidak ada masalah, kok,” kata Teddy.
Sejauh pengamatan, di halaman rumah besar dan megah milik Herman berukuran 153 meter x 180 meter dijaga oleh enam petugas keamanan berseragam Pom TNI dan puluhan petugas keamanan berpakaian preman. Kepala Pusat Penerangan TNI Marsda Sagom Tamboen mengatakan, pemanggilan paksa terhadap Herman Sarens Sudiro adalah upaya hukum untuk penyelesaian kasus penyalahgunaan wewenang saat Herman menjabat sebagai Dankorma Hankam/ABRI tahun 1970-an.
Sementara Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Christian Zebua mengatakan, prosedur yang dilakukan aparat sudah benar karena Herman terkait dengan kasus yang ditangani Oditurat Militer Tinggi II Jakarta. Menurut Christian, Herman sudah tiga kali dipanggil, tetapi selalu menghindar dengan berbagai alasan.
Christian mengatakan, tak ada tembak-menembak dalam pemanggilan itu. Menurut dia, baik pihak Herman maupun aparat yang menjemput paksa tetap berada dalam koridor hukum dan tak melakukan hal-hal yang tak diperlukan.(PIN/EDN/CAL/ONG/SF)
Sumber: Kompas, 19 Januari 2010