Panggil ICW, Bareskrim Gunakan Pasal Karet
Penggunaan Pasal 27 ayat 3 yang dipakai oleh Bareskrim Mabes Polri untuk menjerat Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk merespon laporan ahli hukum pidana Romli Atmasasmita dinilai tidaklah relevan. Karena bukti yang diajukan tidak memiliki sangkut paut dengan pasal penghinaan.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W. Eddyono menganggap tidak ada penggunaan media elektronik oleh para penggiat antikorupsi dalam dugaan penghinaan kepada Romli. Bukti yang diajukan tidak relevan dengan pasal penghinaan, melainkan hanya lampiran pemberitaan media online. Oleh karena itu seharusnya Bareskrim Mabes Polri menggunakan UU pers.
Sebelumnya, Romli Atmasasmita melaporkan kasus adanya dugaan penghinaan yang dilakukan oleh tiga aktivis anti korupsi, Adnan Topo Husodo Koordinator ICW, Emerson Yuntho Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring, peradilan ICW dan Said Zainal Abidin mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menggunakan Pasal 310 dan 311 KUHP. Dengan alasan bukti tindakan penghinaan tersebut di dapat Romli dari pemberitaan media, dan sebelumnya awak media memperoleh informasi tersebut dari konferensi pers yang dilakukan ICW.
Menurutnya, penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE oleh Bareskrim Mabes Polri merupakan pasal yang bersifat represif, dengan ancaman pidana tinggi serta rumusan karet yang mengakibatkan Pasal 27 ayat 3 UU ITE sangat mudah digunakan dalam konteks kesewenang-wenangan. Perlu diketahui bahwa ancaman pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mencapai 6 tahun penjara. Ancaman pidana tinggi diatas 5 tahun tersebut secara langsung mengaktifkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP sehingga memberikan celah agar para tersangka dapat dikenai penahanan. Hal ini berbeda dengan pengaturan penghinaan di Pasal 310 KUHP dengan ancaman pidana 9 bulan penjara dan Pasal 311 KUHP dimana ancaman pidana selama-lamanya hanya 4 tahun pidana, sehingga dengan kondisi yang sama tidak dapat dilakukan penahanan. -Ayu,Abid-