Nazaruddin Tidak Tahu Diskon Asuransi

KPK sita rumah Hamdani Amin di Bogor.

Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin mengaku tidak mengetahui adanya diskon asuransi 34 persen dari total premi Rp 14,8 miliar. Saya bukan menyatakan tidak ada, tapi tidak tahu, katanya kepada wartawan setelah diperiksa KPK di Jakarta kemarin. Dia juga membantah memerintahkan membagi-bagikan diskon Rp 5 miliar kepada anggota KPU. Tidak benar juga kalau saya menerima US$ 45 ribu dari dana asuransi.

Awal pekan ini, Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin menjelaskan bahwa KPU mendapat diskon Rp 5 miliar dari proyek asuransi untuk 5,7 juta anggota panitia Pemilu 2004 seluruh Indonesia. Menurut dia, kepada wartawan, uang tersebut dibagikan secara bertahap kepada semua anggota KPU. Pertama kali US$ 300, kemudian sisanya pada September 2004.

Menurut Nazaruddin, KPU melakukan penunjukan langsung kepada rekanan asuransi, yakni PT Bumi Putra Muda. Pertimbangannya karena waktunya sangat mendesak, ujarnya. Dia tidak membantah kemungkinan adanya anggota KPU yang membuat kesepakatan dengan asuransi terkait dengan adanya diskon tersebut. Saya tidak mau menduga-duga siapa orangnya, katanya. Selain Nazaruddin, kemarin KPK memeriksa Hamdani. Dia mengaku, tanahnya yang di Bogor disita KPK sebagai barang bukti. Ukurannya seluas rumah umumnya, katanya. Hamdani menjelaskan, rumah itu dibelinya pada 2004.

Masih terkait dengan kasus KPU, jaksa penuntut umum kemarin menolak eksepsi yang diajukan anggota KPU Mulyana W. Kusumah. Jaksa menilai, surat dakwaan dalam kasus penyuapan Rp 300 juta itu telah disusun sesuai dengan ketentuan KUHAP. Kenyataannya, uraian dakwaan telah cukup cermat, jelas, dan lengkap, kata Muhibuddin, jaksa penuntut umum, membacakan jawabannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Dalam sidang sebelumnya, pengacara Mulyana memang menuduh dakwaan jaksa tidak cermat.

Menurut Muhibuddin, eksepsi terdakwa terlalu tendensius dan tidak memiliki dasar sama sekali. Penilaian ini dibantah Sirra Prayuna, kuasa hukum Mulyana. Itu sah-sah saja, karena itu penilaian dia, kata Sirra seusai persidangan. Sirra juga membantah pernyataan pelaksana harian Sekretaris Jenderal KPU Sussongko Suhardjo, yang menyatakan adanya aliran dana Rp 4,533 miliar ke rekening Mulyana. Menurut dia, tidak pernah ada aliran uang masuk dari perusahaan pengadaan kotak suara ke rekening lainnya.

Sementara itu, majelis hakim belum memberikan putusan mengenai permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Mulyana. Permohonan yang dijamin oleh sejumlah tokoh, seperti Abdurrahman Wahid, Hendardi dan Hariman Siregar, serta KPUD seluruh Indonesia itu akan diputuskan pada saat pembacaan putusan sela. ANTON APRIANTO | EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 24 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan