Nazaruddin di Ujung Tanduk; Diberi Opsi Mundur atau Dipecat
Posisi Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin di ujung tanduk. Dia diminta memilih salah satu dari dua opsi, mundur atau dipecat, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi wisma atlet SEA Games di Palembang.
Menurut Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Kastorius Sinaga, Dewan Kehormatan (DK) PD hampir merampungkan tugasnya dalam memeriksa Nazaruddin. Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merestui dua opsi untuk Nazaruddin tersebut. Ketua Umum PD Anas Urbaningrum juga memberikan persetujuan.
“Dua opsi telah disiapkan DK atas arahan ketua Dewan Pembina, yaitu opsi pemecatan dan opsi pengunduran diri. Tak ada opsi lain yang disiapkan kecuali salah satu dari kedua opsi itu,” kata Kastorius, Selasa (17/5).
Ia menegaskan, PD memiliki komitmen kuat dalam penuntasan pemberantasan korupsi. Demokrat mendukung langkah KPK menyelidiki kasus dugaan suap di Kemenpora secara tuntas.
“Keterkaitan kader inti Demokrat dalam kasus itu menjadi titik perhatian utama pemeriksaan internal oleh Dewan Kehormatan yang dilakukan Dewan Pembina PD,” tegasnya.
Menurut dia, sanksi yang akan diberikan pada Nazaruddin tersebut sesuai dengan tugas dan tanggung jawab DK PD, yakni menjaga martabat partai dan etika perilaku organisasi. Hasil keputusan dan rekomendasi DK akan diumumkan dalam waktu dekat.
“Dalam rangka mendukung keleluasaan KPK dalam melakukan penyidikan, maka DK akan proaktif menuntaskan kasus ini secara internal partai. Artinya, keputusan DK tidak akan menunggu selesainya hasil penyidikan yang dilakukan KPK,” jelasnya.
Ia menegaskan, kasus Nazaruddin menjadi momentum untuk perbaikan partai ke depan.
“Seluruh jajaran teras PD sangat mengharapkan bahwa kasus suap tersebut menjadi momentum aksi bersih-bersih partai.”
KPK Tak Terpengaruh
Sementara itu, Nazaruddin tidak dapat dihubungi. Ponselnya bernada sibuk. Seperti diketahui, Nazaruddin disebut-sebut terkait dugaan suap terhadap Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Kamarudin Simanjuntak, mantan pengacara salah satu tersangka, Mindo Rosalina Manulang, menyebut Nazaruddin adalah atasan Rosa di PT Anak Negeri dan terkait kasus itu. Namun baik Mindo maupun Nazaruddin membantah ada hubungan di antara mereka.
Selain Nazaruddin, nama anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh juga disebut-sebut terlibat dan diduga menerima komisi dari PT Duta Graha Indah yang merupakan pemenang proyek wisma atlet. Angelina juga telah membantah tudingan itu.
Wafid tertangkap tangan menerima cek senilai Rp 3,2 miliar dari Manajer Marketing PT DGI Mohammad El Idris yang diperantarai oleh Rosa. Ketiganya ditangkap KPK di kantor Kemenpora, Senayan pada 21 April. KPK menduga pemberian cek itu merupakan tanda terima kasih atas pemenangan PT DGI.
Di lain pihak, KPK menegaskan tidak akan terpengaruh hasil investigasi Partai Demokrat dalam kasus suap tersebut. ’’Hasil investigasi Partai Demokrat sama sekali tidak memengaruhi keputusan atau proses hukum di KPK, apa pun keputusannya,’’ kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi.
Menurutnya, hasil investigasi Partai Demokrat bukanlah langkah projusticia. Karena itu, pihaknya tidak akan menggunakan hasil investigasi tersebut sebagai bahan tambahan dalam penyidikan. Menurut Johan, KPK merupakan penegak hukum yang bekerja dalam ranah hukum, sedangkan tim investigasi Demokrat bekerja dalam rangka penegakan kode etik partai. (J13,dtc-59)
Sumber: Suara Merdeka, 18 Mei 2011
---------------
M Nazaruddin Diberikan Dua Pilihan
Dewan Kehormatan Partai Demokrat (DK PD) masih merampungkan hasil investigasi atas dugaan keterlibatan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang.
Namun, DK Partai Demokrat sudah mengantongi dua opsi bagi anggota DPR itu. Dua opsi itu adalah dipecat atau mengundurkan diri. ”Dari semula hanya ada dua opsi saja yang menjadi acuan Dewan Kehormatan untuk bekerja, (Nazaruddin) dipecat dari partai atau mengundurkan diri. Opsi ini diambil sesuai arahan Ketua Dewan Pembina Demokrat SBY,” ungkap Ketua DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga di Jakarta kemarin. Kastorius menjelaskan,opsi ini berlaku bila hasil temuan investigasi Dewan Kehormatan menemukan indikasi keterlibatan Nazaruddin dalam kasus di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tersebut.
“Opsi ini tidak berlaku bila Nazaruddin memang tidak terlibat karena kami masih menunggu hasil investigasi Dewan Kehormatan,” katanya. Mantan staf ahli Kapolri ini menambahkan,opsi sanksi bagi kader Partai Demokrat yang diduga terlibat tindak pidana korupsi tidak harus menunggu hasil pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Karena KPK melakukan proses projustisia, sementara Dewan Kehormatan untuk penegakan martabat partai. Bila Dewan Kehormatan telah menemukan bukti ataupun keterangan bahwa kader terlibat dalam kasus itu, segera diberi tindakan organisasi,”ucapnya.
Menurut Kastorius, tindakan tegas ini merupakan momentum bagi partai untuk pembersihan secara internal. Kastorius juga mengungkapkan bahwa sejauh ini Nazaruddin dan Angelina Sondakh sudah dimintai keterangan oleh tim investigasi Dewan Kehormatan. Sementara itu,menanggapi namanya yang disebut-sebut diduga terlibat, baik Nazaruddin maupun Angie sudah memberikan bantahan. Keduanya mengaku tidak mengetahui uang suap setoran PT Duta Graha Indah ke Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam yang diduga terkait proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games tersebut.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan,saat ini partainya sedang melakukan penyelidikan internal.Karena itu,dia meminta publik bersabar untuk menunggu hasil pemeriksaan Dewan Kehormatan Partai Demokrat.”Tunggu saja,akhirnya nanti ada pengumuman, dan akan kami publikasikan ke publik,”katanya. Ramadhan menambahkan, partainya tidak akan menghalang- halangi KPK untuk mengusut kasus tersebut. Namun, Demokrat belum bisa memberikan sanksi karena keduanya hingga saat ini belum ditetapkan sebagai terdakwa.
”Kami dari Demokrat mendorong KPK untuk mengusut secara proporsional dan profesional. Kami tidak akan menghalang- halangi,”ucapnya. rahmat sahid/ okezone
Sumber: Koran Sindo, 18 Mei 2011