Menteri Paskah Bantah Terlibat Skandal Dana Bank Indonesia
Bobby Suhardiman mengakui menerima uang Rp 300 juta.
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Paskah Suzetta membantah disebut terlibat dalam skandal aliran dana Bank Indonesia ke Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 senilai Rp 31,5 miliar. Ia juga membantah tudingan menerima duit Rp 1 miliar dalam perkara itu.
"Saya baru mengetahui adanya aliran dana setelah diberi informasi oleh staf Bank Indonesia, Lucky Fathul dan Lukman Bunyamin," kata Paskah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin. Ia hadir untuk memberi kesaksian atas terdakwa kasus dana Bank Indonesia, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu--keduanya mantan anggota Komisi IX. "Saya tak pernah menerima uang Rp 1 miliar melalui Antony dan Hamka."
Sebelumnya, Paskah disebut-sebut menyiapkan sejumlah skenario untuk menutup skandal dana Bank Indonesia senilai Rp 31,5 miliar. Dana sebesar itu digelontorkan terkait dengan amendemen Undang-Undang Bank Indonesia dan penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Skenario itu diungkapkan oleh Rizal Anwar Djaafara, mantan Kepala Biro Hubungan dan Studi Internasional Bank Indonesia 2006-2007, dan Lucky Fathul Aziz, mantan pemimpin Bank Indonesia Surabaya, di Pengadilan Korupsi, Jakarta, awal Agustus lalu.
Berkaitan dengan duit bank sentral yang mengucur ke anggota Dewan, di persidangan, Paskah mengaku mendapat informasi tersebut di Hotel Le Meridien pada Agustus 2005. Namun, ia tak diberi tahu siapa saja anggota Komisi IX yang menerima uang dari Bank Indonesia. "Saya baru tahu dari surat kabar setelah kasus Antony dan Hamka bergulir."
Jaksa Ketut Sumedana mengkonfrontasikan keterangan Paskah dengan membacakan barang bukti berupa notulen rapat Fraksi Partai Golkar, tertanggal 22 Desember 2003. Rapat yang dipimpin Hamka Yandhu itu dihadiri sembilan orang, termasuk Paskah yang ikut meneken daftar hadir. Rapat bertujuan membicarakan dan membahas sosialisasi pemasyarakatan Undang-Undang Bank Indonesia.
"Dalam rangka sosialisasi UU No. 23 Tahun 1999, Rusli Simanjuntak dan Asnar Azhari telah menyerahkan sejumlah uang kepada Antony Zeidra Abidin untuk biaya sosialisasi," kata jaksa membacakan surat yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi dari Hamka Yandhu. Menurut surat itu, uang dari bank sentral tersebut dibagi-bagikan secara bertahap kepada mereka yang hadir dalam rapat, termasuk Paskah.
Paskah mengaku ragu akan kebenaran surat tersebut. "Sebagai wakil ketua, nama saya seharusnya di atas. Tapi ini malah di tengah," katanya. Saat ditunjukkan barang bukti tersebut, Paskah menyatakan mungkin saja tanda tangan yang terletak di kertas terpisah dari notulen itu memang tanda tangannya.
Sebaliknya, saat diberi kesempatan menanggapi, Hamka tetap mengaku pernah menyerahkan uang kepada Paskah. "Saya juga sering melaporkan kegiatan saya kepada Paskah karena dia adalah ketua subkomisi," katanya. Sedangkan Antony tidak memberikan tanggapan.
Sementara itu, saksi Bobby Suhardiman, mantan anggota Komisi IX, menyatakan telah menerima uang Rp 300 juta dari Hamka. "Menurut Hamka, dana itu untuk sosialisasi BLBI," katanya. Namun, ia mengaku tidak tahu-menahu ihwal hasil pembahasan Panitia Khusus BLBI. "Saya jarang mengikuti rapat," kata dia, "Saya hanya absen, lalu keluar." DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 29 Oktober 2008