Menguras Bumi, Merebut Kursi
Soal alih fungsi lahan dan deforestasi sangat terkait dengan kepentingan politik. Oleh karena itu, untuk memahami persoalan deforestasi di Indonesia, maka dibutuhkan pemahaman tentang politik. Dinamika dan kontestasi politik di tingkat lokal membutuhkan industri hutan, perkebunan dan pertambangan sebagai penopang pendanaan.
Di daerah yang kaya sumber daya alam, konsesi pengelolaan sumber daya alam menjadi salah satu sumber pendanaan utama. Dari sini kemudian muncul apa yang diformulasikan oleh Ross (2004) sebagai rent-seizing, yakni kecenderungan pemegang kekuasaan untuk berlomba-lomba mengalokasikan rente karena kenaikan harga sumber daya alam. Keuntungan besar yang bisa diperoleh oleh industri perkebunan serta keuntungan besar bagi pemegang konsesi tambang membuat pengambil kebijakan justru memberikan konsesi. Jadi bukannya mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan yang notabene merupakan tugas pokok pemerintah dan elit politik, tapi justru memberikan konsesi dan turut menikmati rente. Rente ini bisa didapat dengan membentuk perusahaan atau dengan menarik pungutan dalam perizinan dan konsesi. Rente dari sumber daya alam ini yang kemudian dipergunakan oleh elit politik untuk membiayai mereka dalam kompetisi politik.
Di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, elit politik mengandalkan pendanaan pada industri yang terkait alih fungsi lahan. Salah satu sumber uang adalah uang pelicin atau suap dalam pengurusan perizinan. Untuk mendapatkan konsesi dibutuhkan cukup banyak perizinan dan untuk mendapatkan setiap izin, diperlukan biaya yang tidak sedikit.