Mengawasi Proyek Pemerintah Lewat OpenTender
Pada 25 Juni 2018, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkopolhukam) meresmikan gedung media center yang baru direnovasi. Gedung yang berdiri pada tahun 2000 itu kini bertingkat dan memiliki ruang tambahan untuk unit-unit kerja Kemenkopolhukam Satuan Tugas (Satgas) Saber Pungli dan biro khusus yang mengampu isu Papua.
Proses tender proyek renovasi gedung itu dimulai pada September 2017. Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp 2,248 miliar, lebih rendah sekitar Rp38 juta dari biaya perkiraan yang dibuat kementerian. Peserta tender proyek ini ada 36. Namun berdasarkan hasil evaluasi yang tercatat di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kemenkopolhukam, hanya ada dua perusahaan yang mengajukan penawaran. Pemenang proyek, PT. Imada Jaya, dipilih karena memenuhi persyaratan administrasi, teknis, dan biaya sementara satu penawar lainnya tak lolos karena tak punya cukup pengalaman.
Berdasarkan analisis Indonesia Corruption Watch (ICW) menggunakan OpenTender.net, proyek renovasi gedung media center Kemenkopolhukam tersebut mendapat skor 18 yang artinya berisiko tinggi terhadap praktik-praktik penyimpangan. ICW menilai, proyek tersebut minim efisiensi dan partisipasi, serta rentan terhadap praktik monopoli.
Berangkat dari temuan dasar itu, sejumlah perwakilan kelompok masyarakat sipil, peserta Pelatihan Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa untuk Masyarakat Sipil dan Jurnalis yang diselenggarakan ICW dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) di Jakarta pada 5-6 November 2019, pun memilih untuk menelusuri lebih lanjut proyek di Kemenkopolhukam tersebut.
Berdasarkan penelusuran kelompok tersebut via OpenTender.net, PT. Imada Jaya sudah 12 kali memenangkan proyek pemerintah. Setelah mereka menelisik lebih lanjut, perusahaan ini tergabung di Asosiasi Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) dan tak ada di dalam daftar hitam penyedia pengadaan barang dan jasa pemerintah. Namun, mereka tak berhasil menemukan nama direktur dan lokasi perusahaan. “Setelah mencari alamatnya [lewat Google Street View], yang ketemu toko bangunan dan sebelahnya warteg. Perlu verifikasi lagi. Perlu turun lapangan,” ujar salah satu peserta yang melakukan penelusuran.
Memperkuat partisipasi masyarakat
Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa masih marak terjadi di Indonesia. Data ICW menunjukkan bahwa setidaknya 40 persen dari kasus korupsi yang diproses aparat penegak hukum berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
Ketua LKPP Roni Dwi Susanto saat membuka Pelatihan Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa untuk Masyarakat Sipil dan Jurnalis juga mengakui bahwa kasus penyimpangan dalam proses tersebut masih tinggi. Sayangnya, LKPP sebagai lembaga yang mengurusi pengadaan barang dan jasa pemerintah tak bisa berbuat banyak. LKPP memiliki keterbatasan sumber daya manusia sehingga tidak mampu mengawasi seluruh proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Lembaga itu juga tak punya wewenang untuk mengintervensi perencanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Bahkan, jika ada penyimpangan, LKPP hanya dapat melaporkannya kepada aparat pengawas internal pemerintah, bukan aparat penegak hukum.
Roni mengatakan, LKPP butuh bantuan publik, termasuk masyarakat sipil dan jurnalis, untuk melakukan pengawasan terhadap proyek-proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah agar tak menyimpang dan terhindar dari korupsi. Apalagi, baik buruknya barang dan jasa yang diadakan pemerintah akan mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang didapat masyarakat.
Masalah itulah yang mendorong LKPP bersama ICW memberikan pelatihan pengawasan pengadaan barang dan jasa kepada kelompok masyarakat sipil dan jurnalis. Pelatihan di Jakarta pada 5-6 November lalu merupakan pelatihan kelima yang diselenggarakan sebagai bentuk kolaborasi kedua lembaga. Lebih dari 70 orang dari berbagai wilayah di Indonesia hadir di pelatihan itu.
Tak hanya melakukan praktik pengawasan proyek-proyek pemerintah dengan menggunakan OpenTender.net, peserta juga belajar tentang proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, dari tahap perencanaan sampai penandatanganan kontrak. Mereka juga mendapat informasi tentang modus penyimpangan dan korupsi dalam proyek-proyek pemerintah. Peserta juga diajak ICW untuk berbagi cerita dan pengalaman melakukan pengawasan proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pelatihan pengawasan pengadaan barang dan jasa pemerintah ini mendapat respon baik dari para peserta. Mereka kian paham, mengawasi pengadaan barang dan jasa pemerintah tak hanya bisa mencegah korupsi tetapi juga memastikan anggaran negara yang berasal dari pajak warga digunakan dengan efisien dan efektif, sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan warga. Para peserta juga berharap, LKPP dan ICW bisa memberikan pelatihan serupa kepada lebih banyak masyarakat di daerah, bahkan hingga tingkat kecamatan. (*)