Mengawal Demokrasi di Jawa Timur
Malang, antikorupsi.org – Jaringan antikorupsi Jawa Timur melakukan konsolidasi pada Jum’at-Minggu (20-22 Agustus 2015) guna merespon berbagai isu yang berkembang di regional Jawa Timur dan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut mencuat beberapa momentum yang menjadi titik potensial yang mendorong munculnya indikasi korupsi.
Menurut koordinator divisi jaringan Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan, momentum tersebut adalah; pertama, terkait pemilihan kepala daerah, banyak warga yang mengaku tidak mengetahui prosedur, profil calon, hingga waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Tentunya hal ini berpotensi hilangnya hak politik warga dalam keikutsertaannya dalam pesta demokrasi serentak di beberapa daerah di Jawa Timur mendatang.
Kedua, money politics juga juga nampak terlihat. Hal tersebut tidak bisa dipungkuri bahwa praktek strategi politik uang masih digunakan sebagai upaya ‘pemenangan’ kandidat.
Ketiga, berkaca dari pemilu presiden yang lalu, Malang Corruption Watch (MCW) menemukan beberapa pasien rumah sakit yang tidak terakomodasi hak pilihnya. Hal ini disebabkan ketidaksiapan panitia penyelenggara pemilu mendirikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) bagi pasien rumah sakit.
Keempat, ditemukan tren kenaikan ‘belanja’ dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Tentunya hal ini jelas kaitannya dengan fenomena adanya potensi penggunaan APBD sebagai modal politik.
Maka ke depan sosialisasi kepada masyarakat haruslah memenuhi prosedur, waktu, tempat serta, yang berkaitan dengan pemilu. Dari segi penyelenggaraan pemilu, pengawas pemilu (panwaslu) harus segera memetakan daerah yang kemungkinan berpotensi akan terjadi praktek politik uang. Sehingga pengawas dapat melakukan pencegahan bahkan menangkap para pelaku politik uang.
Selain itu, panwaslu dan masyarakat berperan penting dalam mengawasi potensi penggunaan APBD sebagai modal politik. Panwaslu juga harus melakukan koordinasi dengan berbagai instansi agar seluruh masyarakatnya tidak kesulitan saat mengunjungi TPS.
“Tidak kalah pentingnya KPU juga harus membuka data rekapitulasi perhitungan pungutan suara, khususnya data-data C1 (rekaman di TPS),” tegasnya. (Ayu-Abid)