Membuka Bobrok Proyek Taman Wisata
Pembangunan Dander Water Park di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada 2015 dan 2016 lalu menyedot perhatian publik. Menelan anggaran sebesar Rp 6,5 miliar pada 2015 dan Rp 4,6 miliar pada 2016, pembangunan obyek wisata ini diharapkan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah kabupaten di utara Jawa Timur tersebut. Persoalannya, hasil analisis situs opentender.net yang dikembangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan adanya potensi penyimpangan anggaran dalam proyek ini.
Open Tender memberikan proyek ini nilai 19, termasuk kategori berisiko korupsi. Skor itu teridentifikasi menggunakan metode analisa potensi kecurangan untuk memetakan indikasi penyelewengan. Ada lima variabel yang diuji seperti nilai kontrak, partisipasi, efisiensi, waktu pelaksanaan proyek, dan monopoli.
Jauh sebelum analisis melalui situs Open Tender, sebenarnya, kecurigaan bahwa proyek ini bakal menuai masalah tampak dari inspeksi mendadak Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bojonegoro pada 20 Januari 2016. Seorang wartawan media lokal Suara Banyu Urip, Ririn Wedia, ikut dalam sidak tersebut. Sebagai orang yang tinggal di sekitar kawasan Dander Park, Ririn mengamati betul perkembangan proyek ini. Dalam sidak itu, kata Ririn, Komisi B DPRD Bojonegoro menemukan aneka kejanggalan. “Saya melihat pembangunan ini hanya berupa penambahan kolam renang dan pembenahan di sejumlah titik,” kata Ririn.
Ririn membandingkan pembangunan kolam renang Dander Park dengan milik perusahaan swasta di kota tersebut. Dengan anggaran yang hampir sama, kolam renang milik swasta itu jauh lebih bagus kualitasnya. Karena itu, dia menduga, proyek ini sarat dengan kongkalikong. Apalagi ketika tiga komisi di DPRD Kabupaten Bojonegoro secara bergiliran menginspeksi proyek ini.
Tiga komisi adalah Komisi B yang membidangi retribusi dan pajak daerah, Komisi C yang membidangi pariwisata, dan Komisi D yang membidangi infrastruktur. Komisi B dan Komisi C mencurigai hasil proyek ini tak sesuai dengan nilai anggaran. Sebaliknya, Komisi D justru mengatakan tak ada masalah dalam pembangunan ini. Ini semakin memantik kecurigaan Ririn. Di berbagai grup WhatsApp wartawan, dugaan adanya penyelewenangan juga menjadi pembicaraan.
Persoalannya, pembahasan yang serba tertutup di DPRD Bojonegoro membuat jurnalis kesulitan membuktikan dugaan mereka. Titik terang baru muncul setelah mereka mengikuti pelatihan Pemantauan Proyek Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang diselenggarakan ICW dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada 19 Juni 2019 di Kabupaten Bojonegoro. Pelatihan ini memberi Ririn petunjuk untuk mendapatkan data-data guna kepentingan investigasi. Dia dan para jurnalis yang ikut pelatihan mempelajari proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dan modus-modus kecurangan di dalamnya. Pelatihan ini juga membuat Ririn menyadari pentingnya menggunakan data dalam proses kerja jurnalistik. Wartawan, kata dia, seharusnya tidak hanya puas menuliskan berita yang bersumber dari ucapan para politisi.
Forum ini juga menjadi medium bagi para jurnalis untuk mendiskusikan berbagai proyek yang terjadi di wilayah mereka. Menurut Ririn, selama pelatihan mereka membuat daftar aneka proyek yang ditengarai rawan dengan penyimpangan. Pembangunan Dander Park masuk ke dalam daftar itu. Wartawan juga diajari menggunakan situs Open Tender. Dengan alat uji baru ini, para jurnalis pun menelisik satu per satu dugaan kejanggalan di setiap proyek di Bojonegoro. Lewat pemeriksaan sejumlah variabel, para awak media ini berkesimpulan bahwa pembangunan Dander Water Park merupakan proyek dengan risiko penyimpangan tertinggi di kabupaten tersebut.
Temuan awal ini membuat para wartawan bersepakat menginvestigasi pembangunan obyek wisata ini. Mereka membagi investigasi selama tiga bulan menjadi tiga tahapan. Bulan pertama, mereka akan mengumpulkan data dan memetakan orang-orang yang diduga terlibat dalam proyek ini. Bulan berikutnya, mereka mengkonfirmasi temuan-temuan selama investigasi ke narasumber tertuduh. Di bulan terakhir, para wartawan mulai mendiskusikan bahan yang dikumpulkan dan menulis laporan akhir untuk diterbitkan di media masing-masing.
Hasil investigasi wartawan ini berkesimpulan, seorang anggota DPRD Bojonegoro diduga terlibat memainkan proyek ini. Anggota Dewan yang juga pengusaha lokal ini memiliki sejumlah perusahaan yang dijalankan oleh keluarganya. Salah satu perusahaan milik anggota Dewan ini ikut serta dalam lelang pembangunan kolam renang Dander Park. Beberapa perusahaan lain yang mengikuti lelang pun terafiliasi pada anggota DPRD ini. “Proses lelang sudah dikondisikan dan perusahaan peserta lelang dikuasai oleh orang tertentu,” kata Ririn menjelaskan temuan investigasinya.
Ririn merasa selama tiga bulan menelisik proyek ini kesehariannya dipenuhi dengan ancaman. Ini pengalaman baru buatnya karena selama sepuluh tahun menjadi jurnalis, baru kali ini dia mengerjakan proyek investigasi. Akibat intimidasi selama pengerjaan liputan ini, sejumlah koleganya mundur dari kerja kolaborasi ini.
Ririn mengatakan, jurnalis harus berani menyampaikan kebenaran meskipun harus menempuh proses yang berisiko. Dia ingin wartawan tidak hanya sekadar melaporkan peristiwa, tetapi menyampaikan informasi yang memberikan dampak kepada masyarakat. Publik, kata dia, seharusnya mendapatkan hak-hak yang penuh atas proses politik di pemerintahan dan parlemen daerah. “Itu yang membuat saya termotivasi untuk menulis masalah Dander Park,” kata Ririn.