Masyarakat Trauma dengan Kejaksaan
Menyusul penetapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar sebagai terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, kini ada resistensi dari masyarakat terhadap calon ketua KPK pada masa datang, khususnya yang berasal dari korps kejaksaan.
Demikian disampaikan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Lukman Bachmid yang kini menjadi Tenaga Ahli Bidang Hukum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) saat dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (31/8).
Menurut dia, ada semacam trauma di masyarakat terhadap sosok dan jejak rekam calon pimpinan KPK yang berasal dari korps Adhiyaksa tersebut. Lukman meminta masyarakat juga harus adil mengingat tidak seluruh anggota korps kejaksaan memiliki label ”hitam” seperti itu.
”Ada juga anggota korps kejaksaan di KPK yang terbukti cukup baik, yaitu Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean,” kata Lukman.
Secara terpisah, Solichin dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan mengatakan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak menyatakan unsur pimpinan KPK harus ada yang berasal dari kejaksaan. Dengan demikian, pengganti Ketua KPK nonaktif Antasari tidak harus berasal dari kejaksaan.
”Bahkan, pemerintah dan panitia seleksi yang kelak dibentuk untuk mencari pengganti Antasari perlu menyadari bahwa sangat sulit melakukan pemberantasan korupsi secara cepat dan efektif jika yang menjadi pimpinan KPK berasal dari kejaksaan,” kata Solichin.
Menurut dia, kehadiran unsur jaksa di jajaran pimpinan KPK akan memunculkan kekhawatiran menghambat tugas KPK dalam membersihkan institusi penegak hukum dari korupsi. Integritas pimpinan KPK dari kejaksaan juga meragukan.
Adnan Topan Husodo dari Indonesia Corruption Watch menambahkan, proses pemilihan pimpinan KPK pada 2007, yang antara lain menghasilkan Antasari Azhar, harus dijadikan pelajaran.
”Saat itu, sejumlah penggiat gerakan antikorupsi sudah menolak kehadiran Antasari karena banyak catatan yang dimilikinya saat berkarya di kejaksaan,” katanya. (har/NWO)
Sumber: Kompas, 1 September 2009