Mantan Menkes Kembalikan Rp 700 Juta
Sehari, KPK Periksa 50 Saksi
Sejumlah mantan petinggi Departemen Kesehatan (Depkes), tampaknya, dibayangi kekhawatiran akan adanya penyidikan dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) pada 2003 silam. Mantan Menkes Achmad Sujudi dan mantan Sekjen Depkes Daddy Argadiredja mengembalikan dana masing-masing Rp 700 juta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
''Kami menerima pengembalian dana dari mantan Menkes dan mantan Sekjen terkait pengadaan alkes. Pengembaliannya pada 13 Mei lalu," jelas Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. di gedung KPK kemarin. Sujudi dan Daddy adalah saksi dalam kasus pengadaan alat kesehatan.
Menurut Johan, setelah dihitung, dana tersebut diterima KPK. "Kami belum tahu apakah penyidik menjadikan dana itu sebagai alat bukti," jelas pria kelahiran Mojokerto tersebut. Dengan pengembalian itu, tambah Johan, KPK telah menerima dana dari sejumlah saksi sekitar Rp 3 miliar.
Johan menambahkan, kedua mantan petinggi itu mengaku tidak tahu bahwa uang tersebut terkait pengadaan alkes. "Kami masih menelusuri kaitan dana tersebut," jelasnya.
Selain menerima pengembalian dana, KPK kemarin memeriksa sejumlah saksi untuk mengembangkan penyidikan kasus itu. Bersama saksi korupsi kasus lain, total ada 50 saksi yang dimintai keterangan. Pekan sebelumnya, KPK juga memeriksa 30 orang terkait kasus korupsi alkes tersebut.
Pertengahan April lalu, KPK menerima pengembalian dana dari saksi mantan Dirjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan (Depkes) Sri Astuti senilai Rp 500 juta. Sri juga berdalih tidak tahu bahwa uang itu terkait pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2003. Sebelumnya, sejumlah pegawai Depkes yang terseret juga mengembalikan dana Rp 1,2 miliar.
Terkait kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka. Yakni, mantan Dirut PT Kimia Farma Gunawan Pranoto dan mantan Dirut PT Rifa Jaya Mulya Rinaldi Yusuf. KPK juga mencekal keduanya. Selain itu, KPK sudah mencekal Sujudi, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Depkes Achmad Hardiman, dan sejumlah pejabat Depkes. (git/agm)
Sumber: Jawa Pos, 15 Mei 2009