Mantan Dirut PLN Ditahan KPK
Setelah beberapa kali diperiksa, mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Persero Eddie Widiono ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (24/3). Eddie menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Rencana Induk Sistem Informasi (Roll Out Customer Information System) pada PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang yang diduga merugikan negara sebesar Rp 46,19 miliar.
Setelah diperiksa selama sekitar enam jam di Gedung KPK, Eddie dibawa ke Rumah Tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Menanggapi penahanan dirinya, Eddie menyatakan menerima. ”Saya kira itu kewenangan KPK dan saya menghormati kewenangan KPK, menghormati hukum, berusaha agar tetap kooperatif, ” ujarnya.
Sebelum memasuki mobil tahanan, Eddie bersikukuh bahwa pelaksanaan proyek saat ia memimpin PLN itu sama sekali tak menimbulkan kerugian negara. ”Proyek ini kami yakini tidak ada kerugian negara dan ini adalah suatu upaya PLN dalam mengatasi krisis keuangan yang dialami pada tahun 2000 dan 2001,” kata Eddie.
Hari Kamis Eddie dimintai keterangan soal kebijakan yang diambilnya pada tahun 2000 dan 2001. ”Saya menjawab, kebijakan itu diambil dalam situasi di mana PLN dalam kerugian besar dan berusaha mengatasi permasalahan yang ada,” tuturnya.
Eddie ditetapkan sebagai tersangka sejak 2010. Juru Bicara KPK Johan Budi SP dalam keterangan persnya menyatakan, berdasarkan hasil penyidikan, tersangka telah menyalahgunakan kewenangannya untuk menunjuk langsung PT Netway Utama dalam pelaksanaan pengadaan Rencana Induk Sistem Informasi PT PLN periode 2004 hingga 2007. Akibatnya, terjadi kerugian negara sebesar Rp 46,19 miliar. Untuk kepentingan penyidikan, Eddie ditahan selama 20 hari ke depan.
Rencana Induk Sistem Informasi (Roll Out Customer Information System/CIS-RISI) adalah sistem komputerisasi tagihan pelanggan PLN, yang awalnya dikembangkan oleh PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang. Sistem tersebut dibangun untuk membenahi sistem manual yang rawan penyelewengan.
Soal kerugian negara, Eddie menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui. ”Saya tidak tahu ada kerugian negara dan tidak pernah ditanyakan soal kerugian negara kepada saya,” ujarnya.
Menurut Eddie, perumusan kebijakan dalam proyek itu telah mendapatkan persetujuan dari rapat umum pemegang saham. Setiap kegiatan tentu dilaporkan kepada dewan komisaris dan rapat umum pemegang saham. ”Saya merasa semua prosedur telah dipenuhi,” kata Eddie.
Korupsi di PLN
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, proyek-proyek di PLN rawan dikorupsi. Sebelumnya, mantan Direktur Luar Jawa Bali PT PLN Hariadi Sadono divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Hariadi dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan sistem manajemen pelanggan berbasis teknologi informasi pada PT PLN Distribusi Jawa Timur yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 175 miliar. Kasus korupsi tersebut terjadi saat Hariadi menjabat sebagai General Manager PT PLN Jawa Timur periode 2003-2008.
Pengadilan Tipikor juga telah memvonis mantan Manajer Utama PT PLN Distribusi Lampung Budi Harsono enam tahun penjara. Budi terbukti bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan sistem informasi berbasis teknologi informasi sehingga merugikan negara Rp 42,3 miliar. (RAY)
Sumber: Kompas, 25 Maret 2011
---------------
KPK Tahan Mantan Dirut PLN Eddie Widiono
“KPK telah salah menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka.”
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menahan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Persero, Eddie Widiono Suwondo. Setelah menjalani pemeriksaan selama enam jam, kemari Eddie dibawa penyidik ke Rumah Tahanan Kepolisian Resor Jakarta Selatan.
Sebelum masuk mobil tahanan, Eddie menyatakan menerima keputusan penyidik untuk menahannya. "Penahanan adalah hak KPK, dan saya akan bersikap kooperatif untuk penegakan hukum negara ini," katanya.
Maret tahun lalu, penyidik menetapkan Eddie sebagai tersangka kasus korupsi proyek alih daya (outsourcing) Customer Information System--Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PT PLN. Bahkan ia dianggap bertanggung jawab dalam pengadaan customer management system yang ditangani PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dengan penunjukan langsung kepada PT Neyway Utama pada periode 2004-2007.
Akibat perbuatan Eddie, yang diduga menyalahgunakan kewenangannya, menurut juru bicara KPK Johan Budi S.P., negara dirugikan Rp 46,19 miliar. Atas dugaan itu, Eddie terancam pasal berlapis. "Dia disangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan ditahan selama 20 hari ke depan," kata Johan.
Menanggapi tudingan itu, Eddie menyatakan kebijakan proyek tersebut diambil dalam situasi PLN berada dalam kerugian besar dan berusaha mengatasi permasalahan. Bahkan dia berkukuh bahwa proyek itu tidak menimbulkan kerugian negara. "Ini adalah upaya PLN mengatasi krisis keuangan yang dialami pada 2000 dan 2001," katanya.
Proyek tersebut, Eddie melanjutkan, memang dilakukan tanpa persetujuan Presiden ataupun Menteri Badan Usaha Milik Negara Laksamana Sukardi. Bahkan tak ada juga persetujuan dari direksi. Alasannya, proyek itu baru dalam tahap diskusi atau pembicaraan dengan dewan komisaris. Sebagai bagian dari direksi, ia bertugas mengatur strategi dan kebijakannya. Namun, mengenai keputusan kebijakan, Eddie memastikan proyek itu telah mendapat persetujuan dari rapat umum pemegang saham.
“KPK telah salah menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka,” kata Maqdir Moechtar, pengacara Eddie, setelah mendampingi pemeriksaan kliennya itu. Alasannya, Eddie hanya berperan sebagai penanda tangan surat keputusan. Menurut dia, dari awal persiapan proyek itu hingga akhirnya terwujud, perjanjian diproses oleh Fahmi Moechtar sebagai Kepala Dinas Jakarta Raya dan Tangerang, serta Sunggu Aritonang selaku Direktur Niaga PT PLN Persero. CORNILA DESYANA | DWI WIYANA
Sumber: Koran Tempo, 25 Maret 2011