Mantan Direksi PT Indofarma Calon Tersangka
KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) DKI Jakarta membidik tersangka baru kasus korupsi penggelembungan atau mark up lebih dari Rp9,2 miliar di PT Indofarma. Tersangka yang dibidik adalah mantan direksi perusahaan terbuka tersebut.
"Surat Perintah Penyidikannya sudah keluar," kata Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Hidayatulah di Jakarta, Kamis (14/5). Surat Perintah Penyidikan yang dimaksud Hidayatullah tersebut bernomor Print-1473/0.1/Fd.1/05/2009 tertanggal 11 Mei 2009 dan telah ditandatangani Kepala Kejati DKI Jakarta Andi Nirwanto.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan itu, jaksa yang bertugas menyidik kasus ini adalah Hapastian Harahap, Asep N Mulyana, Mulyono, Agus Setiadi, dan Purnama. Sayangnya, Hidayatullah enggan menyebutkan, siapa calon tersangka baru kasus yang terjadi pada tahun 2001 itu.
Dalam kasus yang sama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memvonis dua pejabat tinggi PT Indofarma. Mereka adalah mantan Direktur Keuangan Purwo Kartiko dan mantan Manajer Akuntansi Cipto Wihangono, masing-masing satu dan dua tahun penjara. Penyidikan yang saat ini dilakukan merupakan pengembangan perkara yang didasarkan pada fakta persidangan dua petinggi Indofarma yang telah berstatus terpidana.
"Diduga kuat, ada keterlibatan direksi yang lain," kata Hidayatullah. Kasus dugaan korupsi ini berawal ketika PT Indofarma Tbk harus menyusun laporan pertanggungjawaban tahunan. Diterbitkanlah Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor 752/2001 tanggal 23 November 2001 tentang Tim Stock Opname untuk Perhitungan barang secara fisik. Tujuannya stock opname ini, untuk membuat laporan keuangan.
Namun, tim yang dipimpin Purwo Kartiko dan Cipto Wihanggono itu hanya memeriksa dokumen saja. Tidak memeriksa secara fisik seperti perintah SK direksi. "Di dalam, laporan itu, dibuat mark up. Seolah-olah tahun 2001 Indofarma mendapatkan keuntungan. Pada kenyataannya, merugi," kata Hidayatullah.
Tujuannta agar perusahaan dapat membagi-bagi deviden kepada pemegang saham, bonus kepada karyawan, dan tantiem (bonus) untuk jajaran direksi. Nilai yang dibagi-bagi mencapai Rp9,247 miliar yang menjadi kerugian negara.
Menurut jaksa Asep Mulyana, pada penyidikan terdahulu belum didapat bukti kuat untuk menjerat petinggi Indofarma di luar Purwo dan Cipto, sehingga keduanya hanya divonis ringan. "Saat ini, dengan adanya vonis atas keduanya, bukti yang kami miliki lebih kuat," kata dia.[by : Abdul Razak]
Sumber: Jurnal Nasional,15 Mei 2009