Mangkir dari Panggilan, Sarpin Melawan KY
Mangkirnya Hakim Sarpin Rizaldi terhadap panggilan Komisi Yudisial (KY) menunjukan sikap tidak taat proses hukum. KY memanggil Hakim Sarpin dalam forum pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik setelah ia mengabulkan gugatan Budi Gunawan (BG).
Sejumlah kalangan menilai janggal putusan praperadilan yang diambil oleh Hakim Sarpin. Pasalnya, putusan tersebut dianggap menabrak sejumlah ketentuan hukum acara pidana. Tak hanya itu, keputusan yang diambil Hakim Sarpin berpotensi melanggar kode etik hakim.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Ceasar Ifmaini Idris mengatakan, ketidakhadiran Hakim Sarpin dalam panggilan KY pertanda Hakim Sarpin tidak patuh terhadap KY. Setelah mengambil keputusan yang menabrak aturan hukum, harusnya ia siap diperiksa dan mempertanggungjawabkan keputusannya. "Ketika Hakim Sarpin tidak mau diperiksa, publik lantas menilai putusannya tidak profesional karena tidak berani diuji." kata Arad di Kantor ICW.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil anti korupsi melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan Hakim Sarpin. Koalisi mensinyalir adanya tindakan unprofesional conduct dan menduga ada pihak lain yang memuluskan keputusan praperadilan BG.
Beredar kabar bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah menunjuk hakim Imam Gultom sebagai pimpinan sidang. Tetapi permohonan praperadilan tersebut dicabut oleh pemohon, lalu dimasukan ulang dengan nomer registrasi yang berbeda. Setelah itu, barulah Hakim Sarpin ditunjuk untuk memimpin sidang.
Menurut Arad, "Dugaan permainan seperti ini harus ditelusuri oleh KY. Koalisi khawatir ada pesanan khusus kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ada yang mengatur sehingga Hakim Sarpinlah yang memimpin.”
Arad menegaskan bahwa kejanggalan ini harus diselidiki oleh KY. Jika ditemukan indikasi pelanggaran, maka bukan hanya Hakim Sarpin yang diberikan sanksi tetapi juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara KY harus fokus pada dugaan yang dilaporkan terkait pelanggaran etik yang dilakukan.
"Tindakan tidak profesional seorang hakim terkait kewenangannya dalam memutuskan perkara diatur dalam kode etik hakim," jelas Arad. Hingga kini, proses pemeriksaan masih terus berjalan dan belum ada kepastian kapan KY akan mengeluarkan rekomendasi.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting membenarkan adanya indikasi pergantian hakim praperadilan setelah penunjukkan hakim di PN Jaksel, sehingga pengacara BG mencabut permohonannya dan mendaftarkannya kembali dengan nomer registrasi baru. "KY harus menelusuri apakah pergantian itu wajar atau ada tujuan tertentu," ucapnya.
Dalam hal ini, Koalisi pemantau peradilan melihat ada proses janggal yang sangat sistematik dengan melibatkan banyak oknum. Bukan hanya Hakim Sarpin tapi juga Ketua PN Jaksel dan Panitera muda pidana.
"KY telah melakukan fungsinya dan sesuai harapan, tinggal Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) yang belum melakukan penyelidikan dan pemeriksaan atas laporan kami," keluh Miko. Koalisi berharap Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dapat menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik yang disampaikan dan berperan aktif untuk memperbaiki kualitas hukum di Indonesia.***