Mahfud Ingin KPK Diselamatkan
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku pernah bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum pemilu presiden. Dalam pertemuan tersebut, Mahfud mengaku meminta secara khusus agar Komisi Pemberantasan Korupsi diselamatkan.
Mahfud merasa perlu untuk membahas hal tersebut dengan Presiden. ”Pasalnya, sumber pertama terjadinya perdebatan mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah putusan Mahkamah Konstitusi mengenai eksistensi Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” kata Mahfud, Rabu (12/8).
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk dasar hukum (undang-undang) bagi keberadaan Pengadilan Khusus Tipikor. MK memberikan waktu tiga tahun untuk hal tersebut hingga 19 Desember mendatang.
Sementara itu, eksistensi Pengadilan Tipikor terbukti efektif menindak kasus korupsi yang diajukan KPK. Karena itu, kehendak membentuk UU Pengadilan Tipikor tidak bisa ditawar-tawar lagi. DPR harus segera merampungkan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor dan mengesahkan menjadi UU.
Desakan mengesahkan RUU Pengadilan Tipikor disampaikan sejumlah aktivis dari lembaga antikorupsi, seperti Bambang Widjojanto, Zainal Arifin, Bivitri Susanti, dan Emerson Yuntho.
Kesempatan bersidang bagi DPR hingga akhir September 2009 hendaknya dimanfaatkan Pansus RUU Pengadilan Tipikor untuk menyelesaikan tugasnya. UU Pengadilan Tipikor yang akan disahkan hendaknya mengakomodasi aspirasi masyarakat, terutama mengenai komposisi majelis hakim dan kedudukan Pengadilan Tipikor.
”Masih ada kesempatan bagi DPR untuk menyelesaikan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor sampai 30 September mendatang. Jika tidak, pilihannya, Presiden harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang,” ujar Bivitri Susanti, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Bambang Widjojanto mengingatkan, jangan sampai karena alasan waktu terbatas kemudian DPR mengesahkan UU Pengadilan Korupsi, yang isinya tidak mengakomodasi kepentingan publik, yang tetap mengharapkan kehadiran hakim ad hoc dalam mengadili kasus-kasus korupsi.(ana/son)
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2009