Mafia Hukum; Advokat yang Terlibat Akan Diperiksa
Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi segera memeriksa anggotanya yang diduga terlibat kasus mafia hukum dan melanggar kode etik profesi advokat.
”Kami prihatin karena ternyata masih ada advokat yang terlibat mafia hukum. Segera setelah proses penyidikan polisi atau penegak hukum lainnya selesai dan ada laporan dari organisasi advokat yang menaunginya, dewan kehormatan segera memeriksanya untuk membuktikan pelanggaran kode etik,” kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional Peradi Denny Kailimang, Selasa (6/4) di Jakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, dua pengacara menjadi tersangka dan ditahan karena diduga terlibat makelar kasus dan suap terhadap penegak hukum. Advokat Haposan Hutagalung, yang menjadi kuasa hukum Gayus HP Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menjadi tersangka dan ditahan Polri karena diduga terlibat merekayasa kasus yang menjerat kliennya.
Pengacara Adner Sirait menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menyuap hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, Ibrahim.
Menurut Denny, Peradi berupaya membina dan mengawasi advokat agar tidak melakukan mafia hukum atau makelar kasus saat menangani perkara. Namun, pembinaan dan pengawasan itu belum berjalan optimal karena belum ada satu kesatuan organisasi advokat. Ironisnya, pemerintah seolah tidak mendukung adanya kesatuan organisasi itu.
”Ketika Peradi menindak dan memberikan sanksi kepada anggota yang melanggar kode etik profesi, dia bisa pindah ke organisasi advokat lain. Sanksi yang kami berikan tidak efektif,” katanya.
Secara terpisah, advokat Hotman Paris Hutapea mengingatkan, tugas advokat adalah membela kepentingan kliennya. Kalau Adnan Buyung Nasution, kuasa hukum Gayus Tambunan, bertekad membuka dugaan makelar kasus yang melibatkan kliennya, hal ini berpotensi melanggar kode etik advokat.
”Saya akan mengingatkan Adnan Buyung. Advokat harus melindungi klien,” ujar Hotman.
Selain itu, kata Denny, lemahnya pembinaan dan pengawasan advokat juga disebabkan belum terbentuknya Komisi Pengawasan Advokat, seperti diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. (why)
Sumber: Kompas, 7 April 2010