MA Siap Diaudit BPK

MA sebelumnya menolak BPK untuk mengaudit biaya perkara.

MAHKAMAH Agung (MA) menyatakan siap diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan biaya perkara. BPK rencananya akan mulai melakukan audit terhadap pungutan biaya perkara di MA untuk tahun laporan keuangan 2009.

"Kita siap menerima. Ya besok laporan. Semua institusi negara harus diaudit oleh BPK tiap tahun," kata Juru Bicara MA Hatta Ali, kemarin.

Dalam mempertanggungjawabkan biaya perkara, MA telah mengeluarkan Surat Edaran yang memerintahkan pengelolaan keuangan perkara dilakukan dengan terbuka. Mekanisme pembayaran uang perkara hanya melalui bank dan melarang pembayaran tunai lewat petugas pengadilan. Sisa uang perkara wajib dikembalikan ke para pihak. Sisa uang perkara yang tidak diambil dalam waktu enam bulan untuk disetorkan ke kas negara. MA juga menyatakan biaya perkara dapat diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketua MA Harifin A Tumpa juga telah memerintahkan semua jajaran pengadilan mulai 2009 untuk membuka diri untuk diperiksa BPK tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban biaya perkara.

"MA terbuka (diaudit) BPK. Ya untuk memastikan MA telah transparan," kata Hatta.

BPK rencananya akan mengaudit biaya perkara yang dipungut oleh MA di tahun 2009. Anggota Pembina Auditama III BPK Baharrudin Aritonang kepada pers kemarin (30/7) menyatakan, BPK rencananya akan mendatangi MA hari (31/7) untuk memberikan laporan atas auditnya. "Besok saya datang. Saya akan bicara baik-baik, MA sudah membuka pintu," kata Baharrudin usai penyerahan Hasil Audit Laporan Keuangan oleh Auditorat Utama Keuangan Negara III BPK, di Kantor BPK, kemarin.

Selama ini biaya perkara belum masuk dalam kas negara. MA sebelumnya menolak kewenangan audit BPK karena biaya perkara merupakan uang titipan pihak ketiga sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai uang negara. Karena itu, BPK tidak berwenang mengaudit Biaya Perkara di MA. MA mengklaim biaya perkara diatur pada UU Hukum Perdata atau Herzeine Indische Regelment (HIR) dan RBg sebagai syarat mulai dapat didaftarkannya perkara.

Namun, Baharrudin menyatakan, BPK sudah melakukan pendekatan ke MA hingga akhirnya lembaga hukum tertinggi itu membuka diri untuk diaudit biaya perkaranya.

Dalam mengawali audit terhadap biaya perkara MA, BPK akan dilakukan dalam jangka waktu dua tahun ke belakang dan untuk areal pengadilan di Jakarta karena paling siap.

Baharuddin mengatakan audit yang akan dilakukan tetap fokus pada laporan keuangan khususnya anggaran rutin APBN, yang nantinya biaya perkara akan dimasukkan dalam audit.

Baharuddin menyatakan, sudah banyak perbaikan yang dilakukan pihak MA dalam manajemen laporan keuangannya. "Sudah banyak kemajuan, meski banyak kelemahan. Mereka terfokus ke yudisial, jadi lupa pada yang non-yudisial, karena itu kita datang untuk membantu," ujarnya.

Di tahun 2008, jumlah denda dan uang pengganti yang dikembalikan MA ke kas negara dari korupsi mencapai Rp632,119 miliar,  kejahatan narkotika Rp15,05 miliar dan illegal logging Rp2,7 miliar. Jumlah perkara korupsi yang ditangani MA 720 perkara, narkotika 351 perkara dan kejahatan lingkungan 373 perkara. Jumlah denda dan uang pengganti yang dikembalikan kepada negara dari peradilan umum mencapai Rp382,300 miliar. Terdiri dari 1.545 perkara korupsi, 22.649 perkara narkotika, 2.446 perkara lingkungan hidup dan 3,1 juta perkara kejahatan lalu lintas. Sementara denda dan uang pengganti yang dimasukkan ke kas negara oleh peradilan militer mencapai Rp1,02 miliar. [by : M. Yamin Panca Setia]

Sumber: Jurnal Nasional, 31 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan