MA Harus Berani Membuat Terobosan
Kemandirian Hakim Menghadapi Ujian
Untuk membangun citra lembaga peradilan yang bersih dan putusan yang berkualitas, hakim agung harus berani membuat putusan yang sesuai dengan rasa keadilan meski hal itu tidak diatur dalam undang-undang.
”Hakim di pengadilan negeri atau pengadilan tinggi boleh saja membuat putusan hanya berdasarkan pada pertimbangan hukum. Namun, di tingkat Mahkamah Agung, pertimbangan rasa keadilan masyarakat harus lebih diutamakan,” kata hakim agung Syamsul Maarif, Sabtu (17/1).
Syamsul melihat, saat ini sering muncul jurang antara rasa keadilan masyarakat dan hukum. Ini antara lain terjadi karena peraturan hukum merupakan produk politik sehingga sering bias.
Jurang itu beberapa kali membawa hakim harus berhadapan dengan masyarakat, saat memutus suatu perkara. ”Kemandirian hakim menghadapi ujian. Ada kemungkinan, seorang terdakwa mungkin harus dibebaskan karena secara hukum tidak ada cukup bukti yang menunjukkan kesalahannya. Namun, jika putusan itu diambil, hakim dapat dituding macam-macam oleh masyarakat,” ujar Syamsul.
Selain memutuskan lebih berdasarkan rasa keadilan, lanjut Syamsul, MA juga harus berani memberikan sanksi terberat kepada aparat hukum yang melakukan pelanggaran. Para hakim yang mendapat sanksi juga perlu diumumkan ke masyarakat.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, berharap suara positif lebih sering terdengar di MA. Apalagi, lembaga tersebut baru saja mendapat ketua baru, yaitu Harifin A Tumpa.
”Jika dapat dibuktikan lewat sejumlah putusan, hal positif seperti disampaikan Syamsul dapat menghapus berbagai kekhawatiran dan citra buruk masyarakat selama ini terhadap MA,” tutur Saldi.
Untuk mewujudkan berbagai hal positif itu, lanjut dia, salah satu yang perlu segera diperbaiki di MA adalah manajemen pembagian perkara. (NWO)
Sumber: Kompas, 19 Januari 2009