LSM Minta Moratorium Studi Banding Dewan
Laporan kunjungan mirip dengan penjelasan di situs.
Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat mendesak parlemen melakukan moratorium atau menghentikan sementara studi banding ke luar negeri karena hasilnya selama ini dinilai tak maksimal.
"Dengan kata lain mengurangi secara signifikan risiko ketidakefektifan studi banding," ujar anggota Koalisi, Abdullah Dahlan, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, kemarin. Koalisi terdiri atas ICW, Indonesia Budget Centre, serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Ia menerangkan, kunjungan kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat sering tak bermanfaat bagi kinerja legislasi. Berdasarkan laporan studi banding, tak ada penjelasan secara terperinci kaitan antara temuan dan hasil studi banding serta capaian bagi substansi rancangan undang-undang. Dahlan mencontohkan, laporan Komisi Hukum DPR yang berangkat ke Swedia dan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Hortikultura ke Belanda pada periode 2004-2009.
Ronald Rofiandi dari PSHK menuturkan, laporan kunjungan itu hanya terdiri atas satu lembar kertas. "Tak lebih dari sekadar deskripsi perjalanan," katanya. Demikian pula laporan Panitia Kerja Hortikultura.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan menerima kritik Koalisi jika tujuannya untuk perbaikan. "Tapi, jika untuk mendikte dan menjatuhkan citra, kami punya pendirian sendiri," ujar politikus Partai Golongan Karya ini ketika dihubungi kemarin. Menurut Priyo, Dewan memang berencana mengevaluasi studi banding ke luar negeri. "Tanpa mereka minta, kami berencana membicarakan ini dengan para pimpinan fraksi dan komisi."
Menurut dia, DPR akan melakukan seleksi terhadap pembahasan undang-undang yang memang membutuhkan studi banding. Berdasarkan urgensinya, akan ditentukan apakah perlu dilakukan studi banding ke luar negeri. Setelah masa reses selesai pada medio Mei ini, DPR akan mengagendakan pembahasan soal itu.
Koalisi LSM juga mengkritik kunjungan Dewan ke Afrika Selatan untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Pramuka, yang kini sudah disahkan. Kunjungan Badan Kehormatan ke Yunani untuk mempelajari etika parlemen juga dianggap tak perlu dilakukan. Apalagi laporan kegiatan kedua kegiatan itu sangat dangkal dari sisi data dan informasi yang diperoleh. Laporan kunjungan itu, Dahlan menjelaskan, tak jauh berbeda dengan penjelasan di situs kepramukaan Afrika Selatan: www.scouting.org.za/sasa.
Dari sisi waktu, studi banding juga tak tepat karena dilakukan menjelang akhir pembahasan rancangan undang-undang. Koalisi mendesak DPR membuat format baku perencanaan dan pertanggungjawaban studi banding agar bisa diketahui relevansi dan hasilnya. Febriyan | Sukma
Sumber: Koran Tempo, 9 Mei 2011