Lima Kali Paskah Bertemu Pejabat BI
Kesaksian Mantan Direktur Pengawasan Internal BI
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution semakin tersudut. Nama mereka kembali disebut-sebut dalam sidang lanjutan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) dengan terdakwa dua mantan pejabat BI, Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong.
Paskah disebut hadir dalam lima kali pertemuan antara pejabat BI dan anggota DPR pada 2005-2006. Paskah dinyatakan berupaya aktif untuk mencari solusi agar aliran dana BI yang dilaporkan dalam temuan audit BPK tersebut tidak menjadi masalah hukum. Pengakuan itu disampaikan mantan Direktur Pengawasan Internal BI Lukman Bunyamin saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta, kemarin (1/9).
Menurut Lukman, dalam kurun waktu 2005-2006 terjadi lima kali pertemuan untuk menemukan solusi terkait temuan BPK tersebut. Pertemuan digelar di Hotel Le Meridien dua kali, Hotel Intercontinental, Restoran Abaya, dan Hotel Dharmawangsa. Pertemuan itu, terangnya, menghasilkan tiga pilihan penyelesaian pengembalian dana BI tersebut. Yakni, mengembalikan uang kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI), pengusulan kompensasi tanah, dan akta pengakuan utang.
Pertemuan pertama di Le Meridien antara lain dihadiri Paskah Suzetta dan Hamka Yandhu yang mewakili Komisi IX DPR periode 1999-2004. Dari pihak BI hadir Lukman Bunyamin dan Deputi Kepala Biro Gubernur BI Lucky Fathul Aziz. Pertemuan terjadi pada Agustus 2005. ''Pada pertemuan tersebut saya diminta Burhanuddin Abdullah (Gubernur BI, Red) untuk menemui Paskah yang ingin tahu hasil audit BPK terkait penggunaan dana YPPI,'' tegas Lukman saat menjawab pertanyaan hakim Sutiyono.
Menurut Lukman, Paskah tampak tidak begitu percaya bahwa ada dana BI yang mengalir ke DPR Rp 31,5 miliar. Menurut dia, dalam pertemuan tersebut, Paskah juga mengatakan perlu ada rekonsiliasi antara Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak dan Antony Zeidra Abidin. Rusli adalah pihak BI yang bertugas menyerahkan uang ke DPR. Sedangkan Antony, menjadi penerima uang bersama Hamka Yandhu.
Di Hotel Intercontinental, pertemuan terjadi setelah Lukman dihubungi Hamka Yandhu. Waktu itu, jelas Lukman, yang hadir adalah dirinya, Paskah, Hamka, dan Rusli. Waktu itu mereka berbicara terkait bagaimana penyelesaian temuan BPK tentang aliran dana BI ke DPR Rp 31,5 miliar. ''Namun, waktu itu belum ada solusi,'' jelas Lukman. Hasil pertemuan pertama, lanjutnya, dilaporkan ke Burhanuddin.
Karena tidak ada kesimpulan, lalu dilakukan pertemuan berikutnya di Restoran Abaya, Hotel Intercontinental. Yang hadir Burhanuddin, Paskah, dan dirinya. Pada pertemuan tersebut, Paskah meminta supaya membicarakan ini dengan Ketua BPK Anwar Nasution. Menurut Lukman, pada pertemuan tersebut Paskah tetap tidak yakin bahwa DPR telah menerima Rp 31,5 miliar. ''Asumsi saya ketika itu, Paskah tidak percaya kepada Antony. Hasilnya belum ada solusi,'' tegas Lukman.
Selanjutnya, terjadi pertemuan di Hotel Le Meridien untuk kali kedua. Karena belum ditemukan solusi, akhirnya dilakukan pertemuan kembali di Hotel Darmawangsa. Yang hadir antara lain Burhanuddin, Rusli, Lukman, dan beberapa orang dari BI. Dari DPR hadir Paskah dan Hamka. Hadir pula Wakil Ketua BPK Abdullah Zaini. Waktu itu, terang Lukman, Abdullah Zaini mengatakan agar BI mengembalikan dana ke YPPI. ''Namun, Pak Burhan mengatakan, itu tidak mungkin dilakukan karena menimbulkan masalah baru,'' tegas Lukman.
Masalah baru tersebut, menurut dia, adalah neraca pembukuan pada YLPPI yang berganti menjadi YPPI. Karena dana Rp 100 miliar yang telah dikeluarkan YPPI untuk bantuan hukum mantan pejabat BI dan diseminasi BLBI tidak dimasukkan dalam neraca YPPI. Namun, pertemuan di Darmawangsa juga tidak menghasilkan keputusan.
Selain itu, Lukman membeberkan bahwa pada 1 Juni 2006 dilakukan pertemuan di ruang kerja Anwar Nasution di gedung BPK. Pejabat BI yang hadir antara lain Burhanuddin Abdullah dan Lukman. Keduanya ditemui Anwar dan Auditor Utama BPK Sukoyo.
Pertemuan itu, kata Lukman, menghasilkan tujuh poin catatan mengenai mekanisme kompensasi pada YPPI. Di antaranya, kompensasi dalam bentuk penggunaan tanah milik BI di Kemang, Jakarta Selatan, dengan hak pinjam 20 tahun dan juga pembuatan surat pengakuan utang yang akan dibuat lima mantan pejabat BI yang menerima dana YPPI. ''Beliau (Burhanuddin, Red) juga minta penegasan kepada Anwar apakah langkah itu bisa diterima atau tidak oleh BPK,'' jelas Lukman.
Namun, menurut Lukman, Anwar mengatakan bahwa hal serupa pernah disampaikan Oey Hoey Tiong, Rusli Simanjuntak, dan Aulia Tantowi Pohan pada pertemuan sebelumnya. Selain itu, tegas Lukman, Anwar mengatakan agar kasus itu diselesaikan sesuai kaidah hukum dan akuntansi. Namun, Burhanuddin mengatakan bahwa penyelesaian secara akuntansi sulit dilakukan.
''Poin penting yang saya catat, yakni siapa orang-orang yang datang, bahasan yang dibicarakan, hingga pada akhirnya mencapai pembahasan soal bagaimana penyelesaian dana YPPI yang dipinjam BI. Di situ dibahas bahwa untuk mencari penyelesaian itu, BI meminta persetujuan Pak Anwar,'' papar Lukman seraya menoleh ke jaksa penuntut umum (JPU) Agus Salim.
Saat itulah, tegas Lukman, Sukoyo memberi saran dengan mengatakan kepada Anwar bahwa kompensasi tanah lebih baik ketimbang penyelesaian secara akuntansi ''Anwar akhirnya menyetujui usul kompensasi itu,'' simpul Lukman.
Belakangan setelah kesepakatan itu, Anwar malah menyangkalnya. ''Pak Anwar bilang, catatan yang saya buat ini hanya imajinasi pembuatnya,'' kata Lukman.
Menurut dia, Anwar menolak usul itu melalui surat yang ditujukan kepada Gubernur BI Burhanuddin Abdullah pada 8 Desember 2006. ''Padahal, saat dimintai penegasan, Anwar tidak membantah. Sepulang dari pertemuan itu kami senang karena sudah ada kesepakatan,'' ujarnya.
Lukman lalu mengirimkan pesan singkat kepada Anwar. ''Saya kirim SMS ke Pak Anwar Nasution. Isinya, kalau saya tidak membohongi Bapak, berarti Bapak yang berbohong,'' kata Lukman. ''Lalu tanggapan Anwar bagaimana?'' tanya kuasa hukum Oey, Daniel Panjaitan. ''Dia tidak membalasnya,'' sahut Lukman singkat.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Moefri juga menghadirkan saksi mantan Direktur Keuangan BI Maman H. Soemantri, Direktur Keuangan BI Wahyu, dan Deputi Direktur pada Direktorat Hukum BI, Hendrikus Ivo. (zul/nw)
Sumber: Jawa Pos, 2 September 2008