Lengkapi Pemberkasan Kasus Bibit-Chandra, Penyidik Mabes Polri Datangi KPK
Pertemuan Susno-Anggoro Tidak Langgar Kode Etik
Empat penyidik Mabes Polri kemarin mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka bertugas menyita 36 item dokumen untuk melengkapi pemberkasan kasus dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah. Agar tugasnya lancar, penyidik membekali diri dengan surat izin dari pengadilan.
Penyitaan itu sempat diwarnai perdebatan antara tim pengacara KPK dengan penyidik. Sebab, penyitaan yang dilakukan penyidik ternyata tak hanya meliputi 36 item bukti surat terkait penyalahgunaan kewenangan Bibit dan Chandra. Rupanya, pencarian berkas tersebut berkembang, sehingga yang disita lebih dari 36 jenis dokumen.
Taufik Basari, pengacara Chandra dan Bibit, yang ikut mengawasi penyitaan itu mengatakan, penyidik menyita beberapa barang. Di antaranya, alat perekam yang dibawa Antasari saat bertemu bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, di Singapura pada 10 Oktober 2008. Dalam pertemuan itu, Anggoro mengaku telah menyerahkan uang kepada oknum pimpinan KPK.
Barang lain adalah buku tamu KPK periode 2008. Namun, lanjut Taufik, penyidik juga menyita beberapa dokumen berbentuk fotokopi yang belum resmi menjadi barang bukti. Dokumen-dokumen tersebut antara lain surat perintah penyidikan kasus dugaan korupsi SKRT Dephut, berkas penggeledahan kantor Masaro, dan berita acara pemeriksaan (BAP) Yusuf Erwin Faishal.
Di tempat terpisah, dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit dan Chandra, melaksanakan wajib lapor ke Bareskrim Mabes Polri. Kedua tersangka kasus penyalahgunaan wewenang ini tiba di Bareskrim Mabes Polri pukul 12.15 WIB. Tanpa mengeluarkan pernyataan, Chandra dan Bibit segera masuk gedung.
Setengah jam kemudian, Chandra-Bibit keluar. Ketika ditanyai perihal konfrontasi dengan Ari Muladi, salah seorang tersangka yang ditangguhkan penahanannya, Chandra mengaku tidak tahu. "Jangan tanya saya, tanya ke penyidik," katanya.
Di bagian lain, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memastikan penyidikan terhadap Ari Muladi tetap berjalan meski penahanan yang bersangkutan ditangguhkan. Ari Muladi adalah tersangka sekaligus saksi bagi Chandra dan Bibit. Polisi menggunakan kesaksian Ari untuk menjerat Bibit dan Chandra. Belakangan, Ari mencabut keterangannya dalam BAP (berita acara pemeriksaan).
"Bukan berarti perkara ini berhenti, tidak. Ini jalan terus," kata Kapolri di Wisma Bhayangkari Mabes Polri kemarin. Ari keluar dari tahanan pada Jumat lalu (16/10). "Kejaksaan sampai H-4 masih memberikan petunjuk P-19, sehingga harus kita tangguhkan daripada dia bebas demi hukum," katanya.
Menurut Bambang, penangguhan penahanan Ari mengacu pada UU No 8/1981 tentang pelimpahan berkas perkara kepada kejaksaan. Meski penahanan Ari Muladi ditangguhkan, kasusnya tetap diproses. Hal yang sama berlaku bagi Bibit dan Chandra. Meski tak ditahan, kasusnya tetap jalan.
Soal pertemuan Kabareskrim Komjen Susno Duadji dengan Anggoro, buron KPK, yang dikritik banyak kalangan sebagai pelanggaran kode etik, dibantah Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Irjen Pol Ariyanto Sutadi. "Dia bukan tersangka kita. Kan waktu itu dia tersangka KPK," katanya.
Ariyanto membantah pertemuan Kabareskrim dengan Anggoro pada 10 Juli itu sebagai sebuah pelanggaran meski pada 7 Juli KPK resmi menyatakan Anggoro buron. "Nggak ada pelanggaran," tegasnya.
Sementara itu, desakan sejumlah pihak kepada KPK untuk menindaklanjuti bukti dugaan rekayasa kasus penyalahgunaan kewenangan yang menyeret Bibit dan Chandra mulai ada titik terang. Lembaga antikorupsi itu menyatakan akan menyikapi hal tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengungkapkan, secara detail KPK belum mendengar informasi itu. Namun, apabila bukti tersebut ada di pihak pimpinan, tentu hal itu akan disikapi. Sebelumnya, sumber di internal KPK menyebutkan bukti rekayasa kasus tersebut di tangan Plt pimpinan KPK pilihan presiden, Tumpak Hatorangan Panggabean.
Namun, hingga sekarang pimpinan KPK belum menunjukkan komitmen apa pun terhadap kasus kriminalisasi tersebut. Sampai saat ini inisiatif pimpinan KPK pilihan presiden itu juga belum tampak. (git/rdl/oki)
Sumber: Jawa Pos, 20 Oktober 2009