Lemhanas: Pemaknaan Korupsi Belum Senada

Perlu dibangun instrumen penyamaan pengertian, pemahaman, dan pemaknaan korupsi.

PERANG melawan korupsi terus dilakukan. Banyak upaya mendasar yang dilakukan untuk memberantas korupsi, namun sampai saat ini hasilnya dinilai masih kurang efektif. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menganggap kesulitan pemberantasan yang utuh dan menyeluruh disebabkan belum dicapainya pengertian dan pemahaman yang sama tentang obyek korupsi.

Melihat permasalahan ini, Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVI, Lemhannas, menilai perlu membangun instrumen penyamaan pengertian, pemahaman, dan pemaknaan akan korupsi.

"Sehingga cara pandang, sikap, dan reaksi yang dilakukan senada," kata Ketua Seminar PPSA XVI, Laksamana Muda Soleman B. Ponto, saat geladi resik seminar "Membangun Indeks Pencegahan dan Penindakan Korupsi Indonesia" di gedung Lemhannas, Jakarta, Senin (27/7).

Gelaran yang berlangsung hari ini (28/7), dihadiri aparat penegak hukum sebagai pembahas, yakni Jaksa Agung muda Tindak Pidana Khusus, Marwan Efendy, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M. Hamzah. Hadir pula, Mas Achmad Damiri dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) serta Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dia mengatakan, sejauh ini baru ada indeks persepsi korupsi (IPK) yang digagas Transparancy International Indonesia. Namun, IPK dianggap masih belum menggambarkan seluruh substansi tindak korupsi yang terjadi. Substansi ini mencakup proses terjadinya, faktor-faktor dominan dan penyebab munculnya korupsi.

Selain itu, IPK masih didasarkan atas persepsi dan belum diukur dari fakta-fakta sebagai dampak proses terjadinya korupsi.

"Karena indeks korupsi belum terumuskan secara komprehensif, implementasi good governance sulit dilaksanakan," katanya. Berbagai pelayanan publik sulit diukur akurat keberhasilannya.

Ponto mengatakan, butuh beberapa tolak ukur, seperti indeks data saing daerah, indeks tata kelola pemerintahan, dan indeks dinamika nilai-nilai sosial untuk melengkapi IPK.  "Agar instrumen dapat mengakomodir gambaran yang nyata," kata dia.

Peserta PPSA XVI, Siti Nurbaya menambahkan, indeks pencegahan dan penindakan korupsi Indonesia ini akan menggambarkan kesamaan persepsi di kalangan pemerintah, swasta, dan masyarakat atas tindak korupsi. Kesamaan sikap dan budaya, serta kesamaan pola tindak dalam melakukan pemerantasan korupsi juga bisa dicapai.

"Dengan terwujudnya pemaknaan yang sama, korupsi dapat diketahui sedini mungkin," kata Siti yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah.

Dia berharap, hasil rumusan yang akan diserahkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut bisa diimplementasikan secara maksimal oleh seluruh pihak terkait. [by : Adhitya Cahya Utama]

Sumber: Jurnal Nasional, 28 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan