Laporkan Hakim Agung ke KY
Putusan peninjauan kembali (PK) yang dikeluarkan para hakim agung di Mahkamah Agung (MA) masih saja memicu kontroversi. Salah satu di antaranya adalah pertentangan boleh atau tidak jaksa mengajukan upaya hukum luar biasa tersebut, termasuk dalam kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Rp 546 miliar.
Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) kemarin meminta Komisi Yudisial (KY) mengusut hakim yang memproses berkas PK yang diajukan jaksa. ''Ini mengapa ada perbedaan putusan dalam perkara yang sama semacam itu. Hakim agung sama, namun pertimbangan hukumnya saling bertentangan,'' jelas Direktur Eksekutif MHI Wakil Kamal di gedung KY kemarin.
Dia mengungkapkan bahwa pertentangan dalam memutus perkara tersebut sama halnya dengan penyalahgunaan kekuasaan. ''Dengan acuan ini, patut diduga terjadi pelanggaran code of conduct profesi hakim,'' jelas Kamal. Apabila terus terjadi, hal tersebut dikhawatirkan merusak martabat dan kemuliaan hakim agung.
Kamal lantas membeber dua putusan hakim yang dianggap bertolak belakang. Yang pertama adalah putusan PK dalam kasus H Mulyar pada Juli 2007. Majelis hakim yang diketuai Iskandar Kamil dan beranggota Djoko Sarwoko dan M. Bahaudin Quadri menolak PK yang diajukan jaksa penuntut umum (KPU) Kejari Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Pertimbangan hukum majelis saat itu bahwa JPU tidak dapat mengajukan PK berdasar pasal 263 ayat 1 KUHAP. ''Dalam aturan itu, PK hanya bisa diajukan terpidana atau ahli warisnya,'' kata Wakil.
Namun, saat memutus perkara mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Syahril Sabirin dan Djoko S. Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali, majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko justru bertindak tak konsisten. Majelis mengabulkan permohonan PK yang diajukan JPU Kejari Jakarta Selatan. (git/agm)
Sumber: Jawa Pos, 30 Juli 2009