Laporan Transaksi PPATK; BK Akui Minta Data
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR M Prakosa mengakui pihaknya yang meminta data transaksi rekening anggota Dewan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Permintaan itu dilayangkan karena BK membutuhkan data pendukung guna mengusut dugaan pelanggaran etika anggota DPR dalam fungsi penganggaran.
”Sebenarnya ada banyak pengaduan, tapi yang sedang kami tangani itu satu atau dua pengaduan yang berkaitan dengan ini. Berkaitan dengan lika-liku penganggaranlah,” ujar Prakosa, Senin (19/9).
Dari kasus tersebut, penyelidikan bisa dikembangkan untuk mengusut kasus pelanggaran kode etik lain yang dilakukan sesama anggota DPR. ”Kasusnya ada, yang khusus untuk penganggaran satu. Itu kan berkembang. Kasus ini simpul-simpulnya banyak,” imbuh dia.
Politikus dari FPDIP itu menyatakan, BK sebenarnya sudah melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap mereka yang dapat dimintai keterangan menyangkut kasus ini. Dalam waktu dekat keputusan akan diambil setelah penyelidikan dinilai cukup.
Menurutnya, Badan Kehormatan sudah bergerak cepat. Setiap Kamis selalu ada yang dipanggil untuk dimintai keterangan.
”Pimpinan Badan Anggaran sudah kami panggil. Orang yang kami duga sudah, saksi-saksi sudah, dan lain-lainnya. Segera akan kami ambil kesimpulan dan keputusan,” tandas Prakosa.
Data transaksi rekening yang diberikan hanya merupakan data pendukung dalam pengambilan keputusan. BK disebutnya tidak mengambil keputusan dengan berlandaskan data dari PPATK tersebut.
Bahkan data itu tidak menjadi pertimbangan pokok atas keputusan institusi yang dipimpinnya. Pasalnya, BK bukan penegak hukum melainkan lembaga penegak kode etik.
Sebuah usulan menarik diajukan Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Mantan Sekjen DPP PDIP itu menginginkan rekening seluruh pimpinan DPR juga ditelusuri oleh PPATK.
Pramono bahkan sudah mengusulkan kepada pimpinan yang lain agar memperbolehkan rekening mereka diperiksa.
”Semua pejabat publik itu mau tidak mau harus bersedia rekeningnya dibuka. Tidak perlu ada ketakutan. Siapa saja termasuk pimpinan, termasuk saya. Kalau mau dibuka, ya monggo,” ujarnya.
Dia optimistis buka-bukaan rekening bisa mengantisipasi penyalahgunaan dan permainan anggaran. Terutama bagi mereka yang terlibat dalam pembuatan atau penyusunan anggaran.
Pramono juga berharap penelusuran itu dilakukan sampai unsur pemerintah sebagai pengusul awal dalam pembuatan anggaran. ”Supaya ada record-nya, jadi jelas,” terang Pramono.
Serangan Berjamaah
Terpisah, anggota Badan Anggaran Wa Ode Nurhayati merasa diserang secara berjamaah oleh anggota DPR yang lain. Termasuk yang disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Pramono dan Priyo Budi Santoso mengenai keberadaan 21 transaksi mencurigakan.
”Tanda-tandanya sudah ada, seperti pernyataan bahwa ada anggota Banggar yang bermasalah dan silakan dicek ke BK,” ujar Wa Ode.
Politikus dari PAN itu menantang Pramono dan Priyo untuk mengungkapkan nama pemilik rekening tanpa tedeng aling-aling. Dia tidak merasa memiliki rekening tersebut. ”Jangan lakukan kebohongan publik apalagi atas nama lembaga. Sebutkan nama saja,” imbuhnya.
Wa Ode menyatakan melakukan lebih dari 21 kali transaksi dengan jumlah amat besar. Pasalnya, dia mempunyai usaha konfeksi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Usaha itu warisan dari orang tua. Dia juga menyesalkan pernyataan Pramono dan Priyo bahwa laporan PPATK datang tanpa diminta.
”Padahal yang meminta Badan Kehormatan. Jadi, apa yang disampaikan Pramono dan Priyo adalah kebohongan publik,” jelasnya.
Wakil Ketua Umum DPP PAN Dradjad Wibowo menilai, nama-nama besar di parlemen sengaja bersama-sama menyerang Wa Ode. Serangan itu memang tidak diarahkan ke partai, langsung ke pribadi yang bersangkutan. ”Justru itu yang aneh. Wa Ode diserang oleh hampir semua nama besar di DPR. Ada apakah?” tanya Dradjad.
Dia berpendapat serangan tersebut dimungkinkan lantaran merasa terganggu oleh sikap blak-blakan Wa Ode. ”Ini menimbulkan pertanyaan. Yang dilindungi elit-elit DPR itu apa? Jangan-jangan ada kelompok oknum elit yang mainannya terganggu oleh apa yang dilakukan Wa Ode,” tambahnya.
Saat menjadi wakil rakyat, Dradjad mengaku pernah berbeda pendapat dan saling kritik dengan anggota DPR lain. Namun, mereka tak menyalahgunakan hukum untuk membunuh karakter sesama anggota.
Dradjad menegaskan, strategi yang dilakukan elite DPR adalah dengan sengaja membunuh karier anggota lainnya. Dalam kasus ini, serangan terhadap Wa Ode merupakan penggunaan kekuasaan untuk membunuh karier yang bersangkutan. ”Kalau Wa Ode bersalah, kami juga siap menegakkan hukum. Tetapi caranya harus sesuai dengan mekanisme,” tegas dia. (J22,H28-65)
Sumber: Suara Merdeka, 21 September 2011