Laporan Pansus DPRD NAD; Banyak Proyek tak Dikerjakan
Sejumlah Kepala Dinas dan Pimpro terlihat terkejut dan gelisah ketika mendengarkan laporan Pansus DPRD NAD yang memaparkan hasil pemantauan ke lapangan dalam sidang pleno DPRD NAD, kemarin.
Keterkejutan mereka ini diduga kuat, karena Pansus banyak menemukan proyek tahun anggaran 2003 yang tidak dikerjakan serta tak selesai, sementara laporan dinas dan Pimpro ke DPRD sebelumnya bahwa proyek- proyek itu sudah selesai 100 persen.
Pelapor Pansus IX DPRD NAD, Zainal TD, mengungkapkan, pihaknya yang melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Nagan Raya, Aceh Barat, dan Aceh Jaya, dua pekan lalu, dalam rangka evaluasi proyek-proyek APBD dan APBN 2003 menemukan fakta di lapangan, bahwa proyek pembangunan jalan yang belum dikerjakan.
Dikatakan dalam dokumen anggaran satuan kerja (DASK) yang diberikan Dinas Kimpraswil kepada Pansus IX untuk jalan Askes Pesantren Ampek Awe, Nagan Raya, dialokasikan dana Rp 350 juta. Tapi, ketika Pansus menuju ke lokasi tak menemukan tanda-tanda pembangunan jalan atau pengaspalan jalan baru.
Kasus serupa juga ditemukan Pansus VIII yang melakukan evaluasi proyek 2003 ke Pidie. Pelapor Pansus, Hamdani Hamid mengungkapkan, pada tahun 2003 Dinas Kimpraswil NAD ada memprogramkan pemeliharaan jalan Sp Pangwa - Meureudu - Sigli - Kembang Tanjong - Teupin Raya - Peukan Pidie - Jabal Ghafur - Titue - Keumala dengan anggaran Rp 210 juta. Ketika Pansus melihat ke lapangan tidak ada tanda-tanda adanya kegiatan pemeliharaan, katanya.
Sedangkan proyek pembangunan jalan Beuruenun - Keumala - Geumpang yang dialokasikan dana Rp 540 milyar, dengan target pembangunan sepanjang 300 meter, yang terlihat di lapangan cuma sepanjang 200 meter. Ini artinya, laporan yang disampaikan Pimpro ke Dewan telah selesai 100 persen, tidak terbukti, kata dia.
Kasus pekerjaan demikian itu, ungkap Hamdani Hamid, juga terjadi di sejumlah proyek lain. Misalnya pembangunan perumahan rakyat, banyak tumpang tindih, antara program pembangunan rumah kaum dhuafa dengan rumah terbakar akibat konflik. Problem lain adalah mutu rumah yang dibangun masih berada di bawah standar yang diperlihatkan dalam gambar.
Pada proyek irigasi juga terjadi hal yang sama. Ada mata anggaran yang disebutkan dalam DASK proyek, tapi ketika dicek ke lapangan tidak ada kegiatan fisiknya. Ini membuktikan pola kerja pejabat teknis di jajaran eksekutif masih menggunakan pola lama, belum berubah, kendati setiap tahun telah diingatkan, tegasnya.
Pansus lainnya yang menyampaikan laporannya yakni Pansus XIII, XI, XII, dan IV juga menemukan kasus hampir sama. Antara lain, proyek yang dilaporkan telah selesai 100 persen, ternyata setelah dicek di lapangan masih belum tuntas dikerjakan, atau bahkan ada yang tidak dikerjakan sama sekali.
Untuk proyek yang belum dikerjakan dan belum selesai 100 persen, kita akan mempertanyakannya kepada dinas teknis. Kenapa proyek yang telah diprogramkan, tapi tidak dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, tegas Pelapor Pansus XIII, Taufiq MS.
Tekanan senada juga dikatakan pelapor Pansus lain. Zainal, pelapor Pansus IX, mengatakan, belum kondusifnya kondisi keamanan di lokasi proyek hendaknya tidak menjadi alasan pembenaran terhadap proyek- proyek yang belum selesai dikerjakan atau yang tidak dikerjakan.
Kalau lokasinya benar di daerah rawan keamanan, kemungkinan dewan bisa memakluminya, tapi ada daerah yang sudah benar-benar kondusif, proyeknya juga tidak selesai dengan baik. Ini satu bukti, kinerja dinas masih terbawa budaya kerja lama yang menjadi konflik Aceh ini sebagai pembenaran intansinya yang tidak mampu bekerja maksimal, ujar dia.
Masalah lain yang perlu dipertanyakan dan diusut, ungkap Almanar anggota Pansus IX, dana pengawasan dan monitoring setiap tahunnya yang terus meroket nilai dan besarannya. Tapi kualitas proyek yang dihasilkan pas-pasan dan banyak berada di bawah standar. Logikanya kalau dana pengawasannya naik, maka kualitas proyeknya harus bagus, karena Tim pengawasnya sering ke lokasi.
Kita takut, dana monitoring dan pengawasannya diambil, tetapi tim pengawasnya tak pernah melakukan pengawasan ke lokasi proyek, tapi jalan-jalan ke tempat lain yang bukan buat kepentingan keberhasilan proyek. Akibatnya seperti yang ditemukan Pansus, banyak proyek yang siap asal jadi dan tumpang tindih, ujarnya. (her)
Sumber: Serambi Indonesia, 26 Mei 2004