Laporan Keuangan Luar Negeri Dinilai Tumpang Tindih
Departemen Pertahanahanan membantah miliki rekening liar.
BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai ada tumpang tindih antara dana yang digunakan atase pertahanan (Athan) dan kewenangan yang ada di kantor-kantor Kedutaan Besar RI (KBRI).
Penanggung Jawab Tim BPK bidang Departemen Pertahanan dan TNI, Mahendro Sumardjo, mengatakan, selama ini dana yang dikelola atase pertahanan menyatu dalam kegiatan bendahara yang berada di bawah perwakilan RI di luar negeri. Pertanggungjawaban sesuai keputusan presiden (Keppres) RI No108 Tahun 2003 Tentang Organisasi Perwakilan RI Di Luar Negeri yang mengharuskan laporan satu atap.
"Harusnya laporan dibuat terpisah," katanya usai memberi pembekalan Atase Pertahanan di kantor Dephan, Jakarta, Senin (13/7).
Pasalnya, Dephan/TNI maupun Departemen Luar Negeri (Deplu) memiliki anggaran masing-masing. Setiap instansi memiliki pengelolaan dan pengawasan sesuai jalurnya sendiri-sendiri. "Karena menyatu, ketika diperiksa laporan keuangannya tidak nyambung," katanya.
Dia meminta, Dephan, Deplu, dan Departemen Keuangan (Depkeu) duduk bersama menyelesaikan permasalahan yang ada. "Kami sarankan revisi agar tercipta tertib administrasi," katanya.
Mahendro melihat ada beberapa ketentuan Keppres yang tidak sesuai dengan aturan perundangan seperti Undang-undang (UU) No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Anggaran Negara.
Ada pemahaman yang Depkeu kurang pas menafsirkan. "Kami dorong ada harmonisasi perundang-undangan," kata Mahendro.
Dia menduga, adanya duplikasi pemeriksaan membuat Depkeu menduga ada rekening liar yang dimiliki para atase pertahanan.
Bantah
Inspektur Jenderal (Irjen) Dephan Letnan Jenderal (Marinir) Safzen Noerdin membantah atase pertahanan memiliki rekening liar. Dia mengaku heran mengapa Depkeu mengeluarkan pernyataan seperti itu. "Aneh. Sepertinya ada kekurangpahaman," katanya.
Sebelumnya, Irjen Depkeu, Hekinus Manao mengaku telah menyurati sekitar 23 atase pertahanan di luar negeri yang memiliki rekening yang dinilai dalam kategori liar, untuk ditutup.
Menurutnya, membuka rekening sendiri tidak sesuai lagi dengan upaya penyederhanaan rekening. "Kami keberatan," katan Safzen
Safzen menegaskan, rekening yang digunakan hanya sarana saja. Pasalnya, tidak mungkin atase dipanggil satu per satu ke Jakarta untuk mengambil uang operasional.
Lagipula, katanya, tetap ada pertanggungjawaban dana operasional yang dilaporkan Badan Intelijen Strategis (BAIS) sebagai pemegang kewenangan para atase. Rekening secara berkala juga diaudit BPK, maupun audit internal di lingkungan Departemen Pertahanan (Dephan) dan TNI.
"Semua dilaporkan, bukan mau-maunya sendiri," kata Safzen. Dia mempertanyakan, "kalau rekening dianggap liar dan harus ditutup, dana operasional disalurkan ke mana?"[by : Adhitya Cahya Utama]
Sumber: Jurnal nasional, 14 Juli 2009