Laporan Dana Kampanye Rawan Manipulasi
Draf KPU tak jauh berbeda dengan ketentuan Pemilu 2004.
Pelaporan dana kampanye peserta Pemilihan Umum 2009 rawan menjadi ajang pencucian uang, sumbangan fiktif, dan aliran dana ilegal. Menurut Koordinator Bidang Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo, Komisi Pemilihan Umum perlu mengatur lebih jelas ketentuan laporan dana kampanye. "Laporan dana kampanye peserta Pemilu 2009 kemungkinan besar akan seperti pada 2004, banyak manipulasi," kata Adnan kemarin.
Salah satu penyebab manipulasi, kata Adnan, identitas penyumbang dana kampanye belum diatur secara terperinci. Dalam draf Peraturan Komisi soal Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum 2009 disebutkan penyumbang dana kampanye cukup melampirkan salinan identitas jelas seperti kartu tanda penduduk. Perusahaan penyumbang cukup melampirkan alamat perusahaan disertai fotokopi akta pendirian perusahaan.
Seharusnya, kata Adnan, Komisi mewajibkan penyumbang melampirkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Nomor pokok ini bisa menunjukkan kapasitas penyumbang. Pada Pemilu 2004, kata dia, banyak penyumbang menggunakan identitas orang lain. Setelah ditelusuri, nama dalam identitas tak menyumbang. Meski penggunaan NPWP tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, kata dia, "Komisi bisa mewajibkan."
Komisi Pemilihan juga tak mengatur sumber dan jumlah saldo awal. Menurut Adnan, peserta pemilihan bisa mengumpulkan sumbangan lebih dulu. Setelah sumbangan cukup besar, dana disetor ke rekening kampanye. "Auditor tidak bisa mengetahui asal-usul saldo," katanya.
Selain itu, kata dia, Komisi tak mengatur definisi penggunaan dana kampanye dengan terperinci. Adnan mengatakan peserta pemilihan bisa mendefinisikan penggunaan semaunya. Dana kampanye bisa digunakan untuk perjalanan kampanye.
Masalahnya, kata Adnan, auditor tak bisa mengaudit lebih dalam laporan dana kampanye. Sistem audit masih berdasarkan prosedur yang disepakati. Sistem ini, Adnan menjelaskan, memungkinkan auditor hanya mengaudit sesuai dengan laporan. Sistem juga mempercayakan pelaporan berdasarkan kejujuran partai politik.
"Auditor hanya bisa melihat apakah jumlah sumbangan sesuai dengan ketentuan atau tidak," kata dia. "Tapi auditor tak bisa menelusuri dan menyimpulkan sumbangan benar atau tidak."
Kepala Bagian Administrasi Hukum Biro Hukum Komisi Pemilihan Ahmad Fayumi mengakui penggunaan NPWP tidak diwajibkan oleh lembaganya. Aturan KPU sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Legislatif. Undang-undang, kata dia, juga tak mengatur soal jumlah saldo awal maksimal. "Ini kan masih draf," kata dia.
Komisi Pemilihan, kata Fayumi, masih membicarakan kemungkinan penggunaan NPWP. "Tak tertutup kemungkinan penggunaan NPWP. Tapi akan kami bicarakan lagi dalam rapat pleno," katanya. PRAMONO
Sumber: Koran Tempo, 5 November 2008