Laporan Akhir Tahun ICW 2014
Mengawal Pemerintahan Baru
Ada dua peristiwa penting yang terjadi di tahun 2014. Pertama, pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD. Kedua, pemilihan presiden dan wakil presiden. Keduanya merupakan ajang bagi rakyat untuk unjuk kekuasaan. Dalam pemilu rakyat bisa menghukum penguasa yang korup sekaligus mempromosikan orang-orang berkualitas dan berintegritas sebagai gantinya.
Tapi sayang momentum penting tersebut ternyata masih diwarnai oleh beragam kecurangan, terutama korupsi. Dalam pemilihan anggota legislatif misalnya, politik uang berlangsung secara ‘brutal’ terutama antar kandidat dalam partai yang sama. Pemantauan Indonesia Corruption Watch di 15 provinsi menemukan setidaknya 313 bentuk korupsi seperti pemberian uang, barang, maupun jasa kepada pemilih maupun penyelenggara.
Begitu pula dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Selain maraknya kampanye negatif, ICW menemukan kejanggalan dalam laporan dana kampanye kedua pasangan calon, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa maupun Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Temuan utama yaitu ketidaksinkronan pencatatan data pemasukan dan pengeluaran, penyumbang yang tidak bisa dikonfirmasi identitasnya, serta badan usaha penyumbang yang sahamnya ternyata dimiliki oleh orang asing.
Berbagai kecurangan dan praktek korupsi yang cenderung meningkat dalam pemilu anggota legislatif dan DPD maupun pemilu presiden dan wakil presiden menjadi pertanda bahwa pemerintahan yang dihasilkan oleh dua pemilu di 2014 harus diwaspadai secara ketat. Sebab mereka yang menggunakan berbagai cara agar bisa menang, tidak akan segan-segan untuk menyelewengkan kekuasaan ketika berkuasa.
Tanda-tandanya sudah bisa langsung kita saksikan di parlemen maupun istana. Anggota DPR masih gontok-gontokan. Bahkan untuk hal sepele seperti menginterupsi pembicaraan, anggota dewan tidak malu berduel di gedung DPR. Terakhir anggota dewan dari PDI Perjuangan, Adriyansah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi ketika tengah menerima suap dari pengusaha.
Tanda-tanda tidak kalah buruk juga terlihat dari istana. Diawali dari pembentukan kabinet yang bernuansa bagi-bagi kekuasaan. Padahal sejak awal partai pengusung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menyatakan dukungan mereka tanpa syarat. ICW mencatat potensi konflik kepentingan bisnis dan politik di kabinet kerja cukup besar. Indikatornya antara lain afiliasi antara menteri yang ditunjuk dengan perusahaan yang dia miliki, kepentingan partai dan elit partai yang bisa memicu terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Presiden Joko Widodo juga menunjuk dua orang politisi menduduki pos penting dalam pemberantasan korupsi. Politisi PDI Perjuangan Yasonna Laoly dijadikan sebagai menteri hukum dan hak azasi manusia dan M.Prasetyo politisi dari partai nasional demokrat sebagai jaksa agung.
Puncaknya Komjen Budi Gunawan yang sudah diberi nilai merah oleh KPK dipilih sebagai Kapolri. Upaya presiden memaksakan diri memilih mantan ajudan Megawati Soekarno Putri tersebut berbuntut pada memanasnya kembali hubungan antara KPK dan Polri, dua institusi yang sejatinya harus dijadikan andalan Joko Widodo untuk memerangi korupsi di Indonesia. Presiden berkontribusi besar atas turbulensi dahsyat yang menimpa KPK.
Memang terlalu dini jika menggunakan tanda-tanda buruk dari parlemen dan istana untuk membuat kesimpulan bahwa pemerintah baru telah gagal. Sebaliknya, tanda-tanda tersebut justru mestinya dibaca sebagai peringatan bagi masyarakat sipil seperti ICW agar tidak membiarkan pemerintahan baru berjalan sendiri. Harus ada upaya untuk mengawal dengan terlibat dalam penyusunan dan pengawasan kebijakan pemerintah.
Pengawalan pemerintahan baru merupakan salah satu prioritas ICW selama 2014, selain mengawasi pemilu anggota legislatif maupun presiden dan wakil presiden. Upaya mempengaruhi kebijakan pemerintahan baru dilakukan dengan menyusun dan mempresentasikan rekomendasi mengenai lima arah agenda pemberantasan korupsi untuk presiden. Sedangkan dalam pemilu, ICW bersama jaringan masyarakat sipil di 15 provinsi memantau dan melaporkan praktek politik uang calon anggota DPR, DPRD, dan DPD. Juga menelusuri sumbangan dana kampanye calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, ICW pun terus melanjutkan misi memperkuat masyarakat dalam rangka memerangi korupsi. Beberapa cara yang digunakan dengan menyediakan berbagai panduan pengawasan dan kajian mengenai korupsi di berbagai sektor penting seperti sumber daya alam, kehutanan, pelayanan publik, serta hukum. Cara lain dengan melakukan pendampingan, pelatihan, maupun sosialisasi kepada masyarakat maupun kelompok masyarakat.
Pada akhir tahun 2014 ICW menjalin hubungan dengan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah untuk membuat madrasah antikorupsi. Madrasah akan dibentuk di kampus-kampus dan sekretariat pengurus wilayah/daerah PP Pemuda Muhammadiyah. Kerjasama dengan Muhammadiyah merupakan bagian dari upaya ICW untuk memperluas gerakan antikorupsi. Sebab pemerintahan baru hanya bisa dikawal oleh rakyat banyak yang terorganisir dan memiliki kemampuan teknis pengawasan