Kurang Data, Gurita Cikeas Direvisi
Di tengah pro-kontra, buku Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Bank Century hasil karya George Junus Aditjondro (GJA) itu bakal direvisi. Revisi tersebut bukan dilakukan karena materi buku itu memuat sejumlah kesalahan. Tapi, GJA ingin menambah data-data lain yang belum sempat masuk.
''Data itu, antara lain, adanya sumbangan dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) kepada Tim Sukses SBY-Boediono,'' jelas GJA di kantor Galangpress Baciro kemarin (28/12).
BTPN, kata dia, merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai orang Amerika dan Singapura. Dominasi saham oleh asing itu mencapai 70 persen. Sumbangan yang mengalir dari BTPN tersebut mencapai Rp 2 miliar hingga Rp 3 miliar.
''UU Pemilu melarang pasangan calon presiden dan wakil presiden menerima sumbangan dana dari asing,'' tegasnya.
Pengajar Universitas Sanata Dharma itu menyatakan, fokus buku yang dia tulis tersebut sebetulnya mempertanyakan legitimasi kemenangan Partai Demokrat dan SBY saat pemilu lalu. Sebab, Partai Demokrat menang fantastis dari 7 persen menjadi 20 persen. ''Legitimasi SBY dan Partai Demokrat,'' ucapnya.
Kontroversi kemenangan Partai Demokrat dan SBY-Boediono itu sebenarnya bukan hanya bisa didekati dari UU Pemilu. Namun, bisa pula dikaitkan dengan UU Tipikor hingga UU Pencucian Uang.
Selama ini, sumbangan yang diterima Partai Demokrat dan SBY-Boediono tak pernah tersentuh oleh KPU, Bawaslu, dan Bareskrim Polri. GJA tak mempermasalahkan bila bukunya dianggap fitnah. Dia justru menantang pihak-pihak yang melempar tuduhan itu membuat bantahan dengan menerbitkan buku tandingan. ''Silakan mengarang buku yang baik,'' ujarnya.
Mantan dosen Universitas Satya Wacana Salatiga tersebut juga menginformasikan akan hadir dalam diskusi peluncuran buku karyanya di Jakarta besok (30/12). Dalam acara itu, dirinya akan menjelaskan data-data dan sumber yang menjadi referensi penulisan bukunya.
Menghadapi kemungkinan adanya gugatan hukum, GJA saat ini telah didampingi advokat Jeremias Lemek sebagai penasihat hukum. Di tempat yang sama, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DIJ R. Syarif Tholib menyatakan siap membela Galangpress selaku penerbit buku karya GJA tersebut. Pembelaan itu dilakukan karena Galangpress termasuk anggota Ikapi. ''Kami siapkan pembelaan. Kami datang juga untuk memberi dukungan moral,'' ungkapnya.
Ikapi menegaskan menolak setiap upaya penarikan maupun pelarangan buku tersebut. Menurut Syarif, buku itu merupakan media bagi masyarakat, sehingga layak dipublikasikan. ''Bergantung masyarakat yang menilai. Kalau nggak setuju, ya buat buku tandingan,'' katanya.
Kalaupun ditarik, harus melalui prosedur hukum. Tak bisa serta-merta buku tersebut ditarik atau dilarang tanpa alasan yang jelas. ''Penarikan itu sudah ranah hukum,'' ujarnya.
Direktur Galangpress Julius Felicianus menuturkan, pihaknya masih menunggu kepastian dari Gramedia untuk menjual buku itu hingga Rabu (30/12). Bila tak ada kepastian, buku tersebut bakal ditarik kembali.
Dia mengakui, sampai sekarang Gramedia tak berani menjual buku tersebut. Julius tak tahu penyebabnya secara pasti. ''Kalau toko sekelas Gramedia nggak berani, tentu ada apa-apa di balik itu,'' tuturnya.
Julius mendengar Komnas HAM bakal turun tangan menyikapi kasus tersebut. Sampai sekarang, pihaknya juga belum mengetahui adanya larangan atau penarikan dari Kejaksaan Agung.
Galangpress justru mendapat imbauan dari Poltabes Jogja. Bila ada perkembangan, misalnya tiba-tiba kantor penerbit itu didemo, mereka diminta segera menghubungi polisi. ''Moga-moga demo itu tak ada. Kami nggak berharap,'' tegasnya.
Sementara itu, meski menjadi kontroversi, sampai sekarang Kejaksaan Tinggi DIJ belum mendapat perintah untuk menarik buku Membongkar Gurita Cikeas, Skandal di Balik Bank Century tersebut. ''Belum ada perintah,'' jelas Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati DIJ Fora Nonoehitoe SH kemarin.
Dengan demikian, buku karya GJA itu belum dinyatakan sebagai buku terlarang. Kejaksaan sekarang tengah mempelajari substansi buku tersebut. Rencananya, hasil kajian itu menjadi bahan laporan ke Kejagung. ''Kami sedang menyiapkan hasil kajian itu,'' terangnya.
Di tengah upaya kejaksaan mempelajari substansi buku GJA tersebut, penerbit Galangpress didatangi seorang tamu yang ditengarai sebagai staf Intelijen Kejati DIJ. Direktur Galangpress Julius Felicianus menuturkan, staf Intelijen Kejati DIJ itu datang sekitar pukul 9.00. Saat ditemui, dia hendak meminta soft copy buku tulisan GJA tersebut. ''Permintaan itu tidak kami layani,'' ucapnya.
Julius beralasan, permintaan semacam itu harus dilengkapi surat resmi dari institusi kejaksaan. Meski sudah menunggu lebih dari dua jam dan terus duduk di salah satu kursi tamu, intel yang diketahui bernama Mashudi tersebut tetap tidak bisa mendapatkan soft copy buku itu. (kus/jpnn/iro)
Sumber: Jawa Pos, 29 Desember 2009