KPU Siapkan Alternatif Audit Dana Kampanye

"Diperlukan terobosan hukum."

Komisi Pemilihan Umum menyiapkan beberapa alternatif dalam audit dana kampanye. Kepala Bagian Administrasi Hukum Biro Hukum Komisi Pemilihan Ahmad Fayumi mengatakan alternatif itu tetap tak mengurangi jumlah laporan yang harus diaudit. "Setidaknya bisa memudahkan audit laporan dana kampanye," kata Fayumi di ruang kerjanya kemarin.

Menurut dia, salah satu alternatif itu, satu kantor akuntan publik mengaudit satu partai politik. Semua laporan keuangan diserahkan Komisi tingkat daerah ke Komisi pusat. Komisi pusat lalu menunjuk satu kantor akuntan publik untuk mengaudit laporan tiap partai, sehingga audit dilaksanakan di pusat.

Alternatif lain, ujar Fayumi, audit dana kampanye dilakukan berdasarkan wilayah kerja. Komisi pusat mendelegasikan kewenangan penunjukan kantor akuntan publik kepada Komisi tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Kantor akuntan yang ditunjuk mengaudit semua laporan dana kampanye di wilayah tersebut.

Komisi juga mewajibkan peserta Pemilihan Umum 2009 membuka rekening kampanye di bank tertentu. Bank ini merupakan milik pemerintah atau pemerintah daerah. "Semua alternatif ini akan dibicarakan dalam rapat pleno Komisi," ujarnya.

Sebelumnya, Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan dana kampanye peserta Pemilu 2009 tak bisa diaudit. Alasannya, jumlah laporan yang harus diaudit sekitar 20 ribu. Sedangkan akuntan publik kurang dari seribu orang. Selain itu, waktu audit hanya 30 hari.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary juga mengakui adanya kesulitan ini. Komisi, kata Hafiz, belum menemukan solusi soal audit dana kampanye peserta Pemilihan Umum 2009. "Kami sudah ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta meminta bantuan tenaga auditor. Tapi kabarnya mereka tidak bisa membantu," ujarnya.

Komisi, kata Hafiz, berusaha mengurangi jumlah laporan yang akan diaudit. Misalnya, laporan dana kampanye partai di tingkat kabupaten/kota dibawa ke provinsi, sehingga jumlah laporan hanya sekitar 2.000. Tapi cara ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Legislatif.

Adapun Sekretaris Jenderal Institut Akuntan Publik Indonesia Tarko Sunaryo menilai alternatif tersebut sulit dilaksanakan. Bahkan alternatif itu bisa dianggap melanggar Undang-Undang Pemilihan Umum. Komisi pusat, kata dia, tak bisa mendelegasikan penunjukan kantor akuntan publik ke daerah.

Soal rekening kampanye dibuat di bank pemerintah atau pemerintah daerah pun dinilai tak berpengaruh terhadap audit. Alternatif itu, kata Tarko, hanya membedakan aliran uang di tiap bank. "Intinya, tidak ada solusi yang tidak melanggar undang-undang," ujarnya.

Komisi Pemilihan, kata Tarko, harus bisa mengurangi jumlah laporan yang harus diaudit. Tapi pengurangan ini hanya bisa dilakukan dengan merevisi Undang-Undang Pemilihan Umum. "Diperlukan terobosan hukum."

Peneliti Centre for Electoral Reform, Refly Harun, berpendapat Komisi Pemilihan harus membuat standar laporan keuangan partai politik. Standardisasi laporan keuangan diprioritaskan pada konversi nilai barang dan jasa. "Laporan keuangan dana kampanye berbeda dengan standar akuntansi biasa," ujarnya kemarin.

Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim Fahmi Badoh juga meminta Komisi Pemilihan membuat format laporan keuangan dana kampanye partai politik, sehingga kebocoran laporan dana kampanye partai dapat dicegah. PRAMONO | KURNIASIH BUDI

Sumber: Koran Tempo, 4 November 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan