KPU-KPK Tak Bahas Soal TI
Pertemuan audiensi Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (3/6), tidak membahas pengadaan teknologi informasi KPU untuk hitung cepat.
Dalam pertemuan tersebut, KPU memaparkan anggaran pemilu tahun 2008 dan 2009 ke KPK.
Anggota KPU, I Gusti Putu Artha, mengatakan, pertemuan KPU dan KPK merupakan audiensi biasa. ”Sebelumnya, kami juga ketemu dengan Kejaksaan Agung dan Polri,” kata Putu.
Menurut Putu, pertemuan itu tidak membahas pengadaan TI KPU untuk hitung cepat Pemilu Legislatif 2009. ”Tidak secara khusus membahas hal itu. Kemarin yang ke KPU itu kan hanya tim pencegahan, bukan tim penyelidikan,” ujar Putu. Padahal sebelumnya KPK telah membentuk tim untuk mencari data informasi terkait dengan pengadaan TI KPU untuk hitung cepat hasil pemilu legislatif karena ada laporan dugaan penyimpangan anggaran pemilu.
Lebih lanjut Putu mengatakan bahwa KPK memberikan respek positif terhadap seluruh pemaparan KPU. ”KPK akan mendukung KPU secara moral agar seluruh konsolidasi demokrasi dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Dalam bahan pemaparan KPU ke KPK dijelaskan anggaran KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota, dari bagian anggaran 076 (operasional) dan anggaran 069 (pemilu). Untuk anggaran 069, KPU mengusulkan anggaran sebesar Rp 14,1 triliun, tetapi disetujui sebesar Rp 13,5 triliun. Dalam penjelasan KPU, pada 31 Desember 2008, Departemen Keuangan mengeluarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) secara global dengan pagu anggaran sebesar Rp 13,5 triliun.
DIPA KPU untuk anggaran 069 mengalami revisi tiga kali. Pada Januari 2009 DIPA direvisi untuk pertama kalinya. Revisi kedua pada Maret, sekaligus merevisi DIPA KPU kabupaten/kota pemekaran di wilayah Papua. DIPA revisi diambil dari anggaran KPU yang semula Rp 3,53 triliun menjadi Rp 3,47 triliun. Revisi ketiga dengan dasar surat KPU tentang penetapan jumlah badan penyelenggara dan daftar pemilih tetap di dalam dan luar negeri serta kenaikan honor PPK, yaitu dengan mengurangi pagu anggaran KPU, dari Rp 3,47 triliun menjadi Rp 3,37 triliun.
Penghitungan
Di Gedung KPK, Jakarta, kemarin, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan bahwa pada pemilihan umum presiden mendatang, KPU tidak akan melakukan penghitungan elektronik seperti yang dilakukan pada pemilu legislatif. KPU hanya akan memaksimalkan penghitungan manual.
Keputusan ini diambil karena adanya masalah dalam penghitungan pada pemilu legislatif lalu, yaitu hanya mampu mengumpulkan 8-9 persen dari suara seluruh Indonesia.
”Setelah didiskusikan dengan tim ahli kami, dibutuhkan pembenahan jika penghitungan itu akan kembali dilakukan. Pertama, dibutuhkan pembinaan dan pelatihan operator dan itu memerlukan waktu panjang. Kedua, juga dibutuhkan dana sekitar Rp 20 miliar untuk tambahan operator karena di setiap provinsi dan kabupaten harus ada ahli yang mengawal penghitungan ini,” ujar Hafiz.
Tommy Legowo dari Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia menyayangkan keputusan KPU ini. Hal itu karena penghitungan elektronik merupakan sarana masyarakat untuk mengontrol suara yang diperoleh dengan berdasarkan pada penghitungan manual. (NWO/SIE)
Sumber: Kompas, 4 Juni 2009