KPK Usut Setoran Minyak; Ada Indikasi Bocor, Panggil BP Migas

Minimnya setoran sektor minyak dan gas (migas) mulai diusut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana meminta pertanggungjawaban Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam pengawasan produksi migas.

Minimnya setoran sektor minyak dan gas (migas) mulai diusut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana meminta pertanggungjawaban Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam pengawasan produksi migas.

''Kita (Indonesia) adalah negara yang memproduksi minyak. Kalau harga minyak dunia naik, semestinya kita bersorak (kenyataannya tidak),'' kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar kepada koran ini kemarin (7/6).

Sesuai UU No 21 Tahun 2002 tentang Migas, yang berkewajiban mengawasi pengelolaan sektor hulu migas adalah BP Migas.

Menurut Haryono, KPK bakal minta penjelasan pejabat BP Migas terkait jumlah migas yang diproduksi (lifting). ''Berapa lifting-nya kan tidak ada yang tahu,'' katanya. Pejabat BP Migas dijadwalkan dipanggil dua pekan mendatang.

Haryono mengakui, terkait isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), masyarakat lebih berkonsentrasi di bidang hilir. Misalnya, penyaluran. Padahal, letak permasalahan bisa terjadi pada sektor hulu, khususnya pengawasan oleh BP Migas. ''Orang ngomong hilir, padahal yang bermasalah (bisa) hulunya, ujarnya.

Haryono lantas membeberkan bagi hasil produksi minyak. Menurut dia, hampir 95 persen produksi migas di Indonesia dihasilkan oleh kontraktor minyak asing yang disebut production sharing contract (PSC), yang harus dibagi antara pemerintah dan PSC tersebut. Meski persentase keuntungan pemerintah jauh lebih besar daripada PSC, seluruh biaya produksi ditanggung pemerintah, termasuk yang dikeluarkan kontraktor. Dengan demikian, semakin besar biaya produksi, semakin kecil keuntungan yang diperoleh pemerintah.

Haryono juga mempertanyakan pengawasan produksi minyak. ''Tidak ada yang mengawasi lepas pantai atau hutan belantara tempat pengeboran, sehingga kita tidak pernah tahu berapa minyak yang diambil,'' katanya. Pada praktiknya, lanjut Haryono, BP Migas hanya menunjuk konsultan swasta untuk mengawasi penghitungan jumlah lifting di lapangan. Hal itu jelas berisiko tinggi. ''Kami juga minta penjelasan soal kebijakan tersebut,'' tambah pria berkumis tipis itu.

Menurut Haryono, masyarakat selama ini tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan kebijakan pemberian kuasa penambangan. DPR pun sekadar diberi tahu isi kontrak yang sudah ditandatangani negara dengan pihak asing. Meski, ketentuan itu sesuai UU Migas yang mengatur pemberian kuasa penambangan migas untuk suatu wilayah kepada PSC berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan BP Migas.

Di tempat terpisah, anggota Panitia Anggaran DPR Azwar Anas mendukung langkah KPK mengusut kasus tersebut. Itu persoalan urgen. KPK diharapkan mampu mengurai apa yang terjadi, ujarnya tadi malam.

Politikus PKB tersebut mengungkapkan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan penerimaan migas Indonesia tidak transparan. Lifting tidak transparan. Pendapatan migas kita terus menurun, ujar Azwar.

Hal tersebut, lanjutnya, kontras dengan keadaan Rusia. Saat harga minyak dunia naik, negara pecahan Uni Soviet itu justru menikmati keuntungan bom minyak. Itu karena mereka tidak dikontrol asing. Sementara, KPS asing di Indonesia tidak jelas. Data-data BPK menguatkan niat kami mengajukan hak angket BBM Selasa (10/6) nanti, tegasnya.

Wakil Ketua BP Migas Abdul Muin membantah laporan eksplorasi minyak tidak tercatat secara benar. Semua lifting minyak di ladang mana pun selalu dibukukan serta dicatat secara profesional oleh perusahaan pengeboran minyak atau KKKS (kontraktor kontrak kerja sama).

''Mereka itu profesional, apalagi kalau (KKSK) dari Amerika. Kalau ketahuan macam-macam, harga saham perusahaannya bisa jatuh. Nggak mungkin mereka berani rekayasa,'' tegasnya saat dihubungi kemarin (7/6).

Menurut dia, KPK terlalu jauh berpikir mengenai adanya potensi penyelewengan yang dilakukan pihaknya karena BP Migas hanya bertugas mencatat lifting minyak yang dilakukan KKKS. Muin menduga KPK tidak mengetahui prinsip-prinsip akuntansi seperti yang disampaikan menteri keuangan.

Namun, pihaknya menilai ada potensi rekayasa lifting minyak yang dilakukan PT Pertamina. ''Kalau perusahaan asing, saya yakin tidak ada. Tapi, kalau di Pertamina, mungkin saja terjadi. Itu pun pelakunya oknum saja. Kalau memang ada, ya nekat,'' ujarnya.

Harga Minyak Naik

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bulan lalu bisa jadi bukan yang terakhir. Sebab, harga minyak dunia terus mencatat rekor baru. Pada penutupan perdagangan di pasar New York akhir pekan ini (6/6), minyak jenis light melonjak USD 10 menjadi USD 138,54 per barel. Harga tertinggi sebelumnya terjadi pada 22 Mei di posisi USD 135,09 per barel.

Sejumlah analis energi memperkirakan harga minyak akan menembus USD 150 per barel Juli mendatang. Lembaga finansial Morgan Stanley memprediksi kebutuhan minyak meningkat seiring tingginya permintaan di Asia serta menjelang libur hari kemerdekaan (Independence Day) di AS awal Juli nanti. Saat itu, mobilitas kendaraan warga AS meningkat drastis.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menyatakan, kenaikan harga minyak tersebut lebih disebabkan adanya aksi spekulasi untuk meraih keuntungan besar. Itu terjadi dalam konteks perdagangan berjangka komoditas, sehingga sulit dicegah. ''Kalau melihat demand and supply minyak dunia, itu berkisar 86 juta barel per hari. Tapi, seolah-olah para spekulan membuat ada permintaan tinggi,'' ungkapnya kemarin.

Jika harga minyak dunia terus bertengger di USD 135 per barel hingga akhir tahun, dia memprediksi subsidi BBM akan melampaui Rp 140 triliun atau bahkan Rp 150 triliun. Karena itu, asumsi harga minyak dalam APBN 2008 yang akan ditetapkan di USD 95-USD 120 per barel segera direvisi. ''Kami nggak tahu apakah itu angka yang konservatif atau tidak karena belum fixed (tetap),'' ujarnya.

Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim menegaskan, pemerintah sudah mengantisipasi melambungnya harga minyak dunia, bahkan jika melonjak menjadi USD 200 per barel. Menurut dia, DPR memberikan lampu hijau, jika harga minyak dunia mengancam APBN, pemerintah bisa mengambil langkah yang diperlukan. ''Termasuk, menaikkan lagi harga BBM subsidi,'' katanya.

Namun, jelas dia, harga BBM subsidi tidak perlu dinaikkan bila program konversi energi bisa berjalan optimal. Dengan begitu, beban subsidi BBM bisa diminimalkan. Selain itu, pemerintah berharap lifting minyak bisa terus digenjot tahun ini. ''Kalau lihat datanya, lifting minyak kan sudah di atas rata-rata. Kami berharap bisa lebih ditingkatkan,'' tuturnya. (ein/wir/agm/oki)

Sumber: Jawa Pos, 9 Juni 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan