KPK Sudah Amankan Barang Bukti
Penyelidikan Penerima 400 Cek Perjalanan ke DPR
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin mantap mengusut dugaan suap di balik penerimaan 400 cek perjalanan (traveler's cheque). Lembaga superbodi itu memastikan telah mengantongi barang bukti kasus yang melibatkan 41 anggota Komisi IX DPR (membidangi perbankan) periode 1999-2004 tersebut.
Karena itu, para penerima maupun pemberi cek yang disebut-sebut terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia Miranda S. Goeltom tersebut diyakini sulit menghilangkan barang bukti.
Ketua KPK Antasari Azhar menegaskan, KPK telah menerima temuan dan analisis tentang aliran cek dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dengan demikian, tim penyelidik tidak akan kehilangan barang bukti kasus tersebut. ''Data dari bank yang sudah kami kantongi juga akan sulit dihapus,'' ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (14/9).
KPK, kata dia, sejak empat hari lalu menindaklanjuti temuan dan analisis PPATK tersebut melalui penyelidikan.
Sebelumnya, menurut ekonom PT BRI Tbk Djoko Retnadi, dari aspek teoretis, aparat tidak sulit menelusuri identitas penerima cek. Sebab, saat pencairan cek, petugas bank menyodorkan formulir dan meminta KTP yang bersangkutan. Sang pencair cek juga diminta membubuhkan dua kali tanda tangan.
Sebaliknya, bank berkewajiban menyimpan pencatatan transaksi tersebut selama lima tahun terakhir. Bila transaksi terjadi pada 2004, praktis bank masih punya kewajiban setahun menyimpan segala pencatatan itu.
Menurut Antasari, tim penyelidik akan melacak waktu pencairan, penerima, dan pemberi cek. ''Termasuk, hubungan apa dan untuk kepentingan apa mereka menerima,'' ungkap mantan jaksa itu. Bila ditemukan unsur pidana, tentu statusnya akan dinaikkan ke tahap penyidikan untuk mencari tersangka.
Meski demikian, menurut sumber koran ini di KPK, aparat agak sulit menyelidiki bila pihak yang mencairkan ternyata bukan anggota DPR. Sebab, tim penyidik harus menemukan hubungan antara yang pihak yang menguangkan itu dengan wakil rakyat tersebut. ''Itu tentu membutuhkan waktu yang panjang,'' ujar seorang sumber.
Pernyataan tersebut juga pernah ditegaskan pengamat hukum bisnis Indra Safitri. Dia menerangkan bahwa mencari pemberi dan penerima adalah perkara mudah. Yang menjadi persoalan kalau ternyata yang menguangkan cek itu adalah orang lain.
Antasari tidak menyebutkan berapa wakil rakyat yang akan dimintai keterangan dalam kasus tersebut. Dalam wawancara di sebuah stasiun televisi swasta, Ketua PPATK Yunus Husein menyebutkan bahwa penerima cek yang berstatus anggota DPR tak lebih dari sepuluh orang.
Soal pernyataan tersebut, Antasri memilih irit komentar. ''Terlalu dini menyebutkan itu. Kalau lebih (dari sepuluh anggota DPR), bagaimana?'' ujarnya.
Yang pasti, lanjut Antasari, KPK menyerahkan kepada tim penyelidik untuk memperdalam temuan dan analisis berkaitan dengan aliran cek tersebut. Termasuk, memanggil para saksi untuk menemukan pencairan cek itu. ''Rencana sepenuhnya kami serahkan kepada tim. Itu bergantung kepada pimpinan," terangnya.
Sebelumnya, dia meminta publik bersabar dan memberikan kesempatan kepada KPK untuk bekerja maksimal membongkar dugaan suap tersebut. Dia juga menegaskan, apabila ada indikasi tindak pidana, sang penerima cek harus bertanggung jawab di depan hukum.
Di tempat terpisah, Koordinator Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menegaskan bahwa membuktikan penerima cek merupakan perkara mudah. ''Mudah sekali, tinggal KPK mau atau tidak menyelesaikan dalam waktu singkat,'' jelasnya. Temuan PPATK itu, kata dia, bisa menjadi alat bukti surat.
KPK, kata Emerson, bisa juga mencari keterangan lagi dari Agus Condro, yang mengaku menerima cek untuk pemenangan Miranda. ''Pengakuan itu bisa dikembangkan lebih lanjut. Untuk meyakinkan, KPK juga bisa memanggil Miranda," terang Emerson.
Dia menambahkan, bisa juga Agus Condro dan Miranda dikonfrontasi atau dipertemukan di KPK. Itu bertujuan untuk memperjelas bagaimana aliran cek tersebut sampai ke wakil rakyat. ''Misalnya, berapa kali anggota DPR menemui Miranda,'' ungkapnya. (git/agm)
Sumber: Jawa Pos, 15 September 2008