KPK soal Bankrutnya Kantin Kejujuran; Jadi Pertanda Korupsi Dini
Pemberantasan korupsi tidak hanya akan difokuskan pada kasus-kasus besar atau kakap. Saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berkonsentrasi pada pendidikan moral tentang korupsi. Salah satu yang disoroti KPK adalah kantin kejujuran yang didirikan di sekolah maupun instansi pemerintah.
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Dedie A. Rachim mengungkapkan, di antara banyak kantin kejujuran yang didirikan di sekolah mulai tingkat SD hingga SMA, hanya beberapa yang dikategorikan berhasil. ''Tak semua bangkrut, tetapi banyak yang bernasib seperti itu (bangkrut, Red),'' kata Dedie saat talk show Pendidikan Nasional Antikorupsi kemarin (3/5).
Dia tak mencantumkan data secara rinci tentang kantin kejujuran di sekolah yang bangkrut. Tetapi, dia hanya menyebutkan, penyebab kebangkrutan kantin kejujuran tersebut, antara lain, moralitas siswa. Dia mengukur dari jumlah siswa yang tidak jujur dalam membayar. ''Kalau jujur dan semua bayar sesuai harga barang, tentu pengelola kantin tidak sampai bangkrut,'' tuturnya.
Menurut Dedie, kebangkrutan kantin kejujuran itu bisa menjadi pertanda korupsi dini. Karena itu, dia minta pendidikan soal moralitas tak hanya diajarkan kepada siswa secara teoretis, tapi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. ''Percuma belajar PKn (pendidikan kewarganegaraan) jika tetap tidak mau bayar di kantin kejujuran,'' tegasnya.
Dia menilai, moral itulah yang terus dibawa siswa hingga dewasa. Jika pada usia muda tidak ditekankan untuk bersikap jujur pada diri sendiri, kemungkinan upaya untuk bertindak korupsi semakin besar. Dia mencontohkan, jika siswa tidak membayar makanan atau barang yang dibeli dari kantin tersebut, berarti siswa bersangkutan secara tidak langsung melakukan korupsi dari pihak pengelola.
''Yang seharusnya dibayarkan, uang itu dia simpan. Padahal, makanan yang dia ambil sudah dimakan,'' jelasnya.
Dia juga meminta agar manajemen kantin tersebut lebih dikuatkan. Menurut Dedie, sebaiknya modal tidak diambilkan dari pihak luar sekolah, melainkan dari sekolah (termasuk siswa).
Alasannya, kata dia, ketika kantin mulai surut, semua siswa bakal ikut merasakan. ''Artinya, mereka merasa memiliki dan rugi jika tak membayar barang yang diambil,'' tuturnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendiknas Harris Iskandar tidak membantah adanya sekolah yang belum berhasil mengelola kantin kejujuran. Dia menyatakan, pendidikan moral akan diajarkan secara terus-menerus kepada siswa. ''Dalam setiap mata pelajaran, selalu akan ada pendidikan moral di dalamnya,'' ungkapnya. (nuq/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 4 Mei 2010