KPK Siap Tangani Skandal BLBI
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melirik kemacetan penanganan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Lembaga superbodi tersebut berjanji mengambil alih penanganan kasus yang merugikan negara triliunan rupiah tersebut manakala Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerah.
Rencananya, sesudah Lebaran nanti, KPK mengundang Jaksa Agung Hendarman Supandji. KPK meminta para jaksa membedah perkara BLBI itu bersama dengan tim pengkaji KPK. "Kalau Kejagung angkat tangan, KPK masuk," kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin (15/9).
Selama ini, tambah Johan, Kejagung memang masih menunggu putusan Pengadilan Tinggi Jakarta atas permohonan banding yang diajukan Kejagung. Sebelumnya, awal Mei lalu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempraperadilankan penghentian penyidikan (penerbitan SP-3) kasus BLBI ke pengadilan negeri (PN).
Hakim PN kemudian memutuskan, penghentian penyidikan oleh Kejagung tersebut tidak sah. Karena itu, Kejagung diperintah kembali menyidik skandal dengan tersangka pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim yang merugikan negara sekitar Rp 23 triliun itu. Karena perintah PN itulah, Kejagung banding dan kini menunggu keputusannya.
Upaya praperadilan oleh MAKI tersebut merupakan buntut atas sikap Kejagung sebelumnya yang menyatakan tidak menemukan unsur pidana dalam kasus BLBI. Kejagung juga berdalih bahwa jaksa telah bekerja maksimal.
Sebenarnya, KPK juga setali tiga uang. KPK mengungkapkan bahwa menggali bukti BLBI adalah pekerjaan sulit. Bahkan, lembaga ini juga terhalang asas retroaktif. Namun, desakan itu kembali menguat setelah terkuaknya skandal penyelidikan BLBI yang melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani. Urip terbukti mengatur penghentian penyelidikan setelah menerima uang jasa USD 660 ribu. Belakangan keduanya dihukum berat, masing-masing 20 tahun dan 5 tahun penjara.
Bahkan, kemarin desakan tersebut menguat setelah beberapa anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), DPR, dan praktisi hukum yang tergabung dalam Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) mendatangi Kantor KPK. Mereka, antara lain, Marwan Batubara, Soeripto, Bambang Widjojanto, dan Romli Atmasasmita. Mereka diterima langsung Ketua KPK Antasari Azhar.
Menurut Marwan, desakan dilakukan karena penanganan Kejagung terlampau berlarut-larut. "Keputusan penghentian itu nyata-nyata cacat hukum. Di persidangan jelas-jelas rekayasa Urip," ungkap Marwan.
Dia juga menegaskan bahwa desakan tersebut murni dari hati nurani anggota DPD dan DPR. "Kami ini datang kemari untuk mendukung KPK untuk segera merampungkan kasus tersebut. Bukan karena siapa-siapa," tambahnya.
Pengamat hukum Romli Atmasasmita juga mengungkapkan kekecewaannya. ''Sekarang ini kejaksaan lempar handuk, tidak lagi menyelesaikan kasus ini. Kami harus sabar. Kami yakin, kalau Kejagung ikhlas, dia akan mencabut keberatannya di pengadilan tinggi dan serahkan ke KPK," terangnya. (git)
Sumber: Jawa Pos, 16 September 2008
KPK Gelar Perkara BLBI Seusai Lebaran
Komisi Pemberantasan Korupsi akan melakukan gelar perkara kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan Kejaksaan Agung seusai Idul Fitri 2008. "Dari gelar perkara itu bisa dilihat sejauh mana kasusnya bisa diambil alih," ujar juru bicara KPK, Johan Budi S.P., di kantornya kemarin.
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah serta beberapa anggota lembaga swadaya masyarakat kemarin mendatangi kantor KPK, di antaranya Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Soeripto, pakar hukum Romli Atmasasmita, anggota DPR dari Fraksi Bintang Reformasi Ade Daud Nasution, anggota Dewan Perwakilan Daerah Marwan Batubara, dan praktisi hukum Firman Wijaya. Mereka mendesak KPK mengambil alih kasus tersebut.
Menurut Marwan Batubara, kejaksaan sudah tidak bisa memenuhi aspirasi masyarakat dengan menetapkan status SP3 bagi kasus BLBI. "Kejaksaan Agung kami anggap sudah lempar handuk dengan menetapkan status SP3, padahal ada uang rakyat triliunan rupiah di sana," ujar dia.
Adapun Ade Daud Nasution menyatakan KPK harus mengambil alih kasus BLBI. "Anggota DPR baru sekian ratus juta ditangkap, tapi kalau masalah yang triliunan rupiah masih dibiarkan saja. Jangan yang pinggir-pinggir saja," ujarnya.
Ade mengatakan mekanisme pengambilalihan kasus BLBI ini sarat dengan kepentingan partai politik besar. "Karena itu, kami akan membentuk tim khusus yang ikut mencari, meskipun dasar susduknya tidak kuat, karena di luar hak angket, hak pertanyaan, dan hak interpelasi," kata dia.
Adapun Romli Atmasasmita menyatakan, secara normatif KPK tetap bisa mengambil alih kasus BLBI walau kejaksaan tetap mau menangani kasus itu. "Jaksa agung mewakili kepentingan negara, jadi yang dilihat bukan normatifnya, melainkan komitmennya, soal konsekuensinya KPK," ujar Romli. CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 16 September 2008