KPK Perlu Memiliki Penyidik Independen
Rencana penarikan empat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi oleh institusi asal, yaitu kepolisian, dinilai sebagai bagian dari upaya pelemahan terhadap KPK. Hal itu sebenarnya tak perlu terjadi jika KPK serius menyiapkan penyidik independen.
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho, Rabu (12/5) di Jakarta, mengungkapkan, dari sisi regulasi, sebenarnya tidak ada aturan bagi KPK untuk merekrut penyidiknya sendiri atau penyidik independen. Namun, kehadiran penyidik independen tersebut dapat melepaskan ketergantungan KPK terhadap pihak kepolisian, terutama jika polisi menarik penyidiknya sewaktu-waktu, seperti saat ini.
”Penyidik independen ini dapat mendorong KPK lebih independen. Selama ini KPK hanya independen berdasarkan undang-undang saja, tapi faktanya di tubuh KPK masih ada penyidik dari kepolisian dan kejaksaan,” ujar Emerson.
Ia menyarankan, sebaiknya pimpinan KPK tak perlu ragu untuk melakukan perekrutan langsung atas penyidiknya sendiri. Hal tersebut tidak melanggar hukum. Selain itu, praktik semacam itu juga telah dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ketika merekrut penyidik imigrasi. Begitu juga Kementerian Kehutanan dengan merekrut penyidik kehutanan.
Terkait penarikan empat penyidik polisi, KPK telah mengirimkan surat kepada Mabes Polri untuk meminta rencana penarikan tersebut ditangguhkan. ”Disampaikan hari ini,” ujar Wakil Ketua KPK M Jasin, Rabu.
Dalam surat tersebut, kata Jasin, disebutkan, KPK masih membutuhkan empat penyidik itu. ”Karena beban pekerjaan di KPK sangat tinggi, sedangkan jumlah penyidik di KPK terbatas,” kata Jasin.
Seperti diberitakan, Polri berencana menarik empat anggota mereka yang ditugaskan di KPK, yaitu Bambang Tertianto, Rony Samtana, Afief Julian Miftah, dan Muhammad Irhamni. Penarikan itu disampaikan oleh Mabes Polri melalui surat bernomor R/703/V/2010/Sde SDM tertanggal 13 Mei 2010.
Rony dan Bambang bertugas di KPK sejak 2005 serta sudah diperpanjang. Afief masuk KPK pada 2006 dan akan berakhir pada Desember 2010, tetapi bisa diperpanjang untuk empat tahun berikutnya. Adapun Muhammad Irhamni baru bertugas di KPK selama dua tahun.
Mereka menjalankan tugas untuk beberapa kasus, yaitu kasus Anggodo Widjojo, kasus Anggoro Widjojo, dan kasus aliran cek perjalanan kepada sejumlah anggota DPR terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 yang dimenangi oleh Miranda Swaray Goeltom. (ANA/AIK)
Sumber: Kompas, 14 Mei 2010