KPK Periksa Nurdin Halid; Saksi Kasus Cek Perjalanan Laporan Agus Condro
Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus bagi-bagi cek perjalanan kepada anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom terus berlanjut. Kemarin lembaga antikorupsi yang bertubi-tubi diguncang masalah itu memeriksa mantan anggota Komisi IX DPR Nurdin Halid.
Nurdin sejatinya dijadwalkan bersaksi pekan lalu. Namun, yang bersangkutan tak bisa hadir karena sibuk. Penyidik akhirnya kembali menghadirkan ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu kemarin dalam kapasitas sebagai saksi untuk koleganya, Hamka Yandhu.
Setelah diperiksa empat jam, Nurdin mengungkapkan, dirinya tak pernah mengikuti lobi di fraksi. Sebab, di parlemen dirinya hanya duduk sebagai anggota biasa. Dia juga tidak pernah diarahkan untuk memilih sosok tertentu dalam pemilihan orang nomor dua di bank sentral itu. "Saya nggak tahu pilih siapa. Karena itu, saya kaget ketika dipanggil KPK," ucapnya. Belakangan dia menyadari pernah duduk di Komisi IX.
Nurdin mengaku lupa bagaimana proses aliran dana yang melibatkan koleganya itu. "Saya lupa karena sudah beberapa tahun lalu. Apa saya ikut atau tidak dalam pemilihan tersebut," ucapnya.
Saat di parlemen, dia lebih sibuk mengurusi koperasi. ''Saat pemilihan pun saya sibuk mengikuti kongres PSSI yang tengah dirundung masalah," ucapnya.
Saat ini KPK telah menetapkan tersangka penerima dana. Mereka adalah Endin A.J. Soefihara, Udju Djuhaeri, Dhudie Makmun Murad, dan Hamka Yandhu. Pekan lalu penyidik memeriksa Endin. Namun, hingga kini keempatnya belum dijebloskan ke tahanan.
Kasus itu kali pertama diungkap mantan anggota DPR Agus Condro Prayitno. Dia mengaku menerima fulus Rp 500 juta sesaat setelah terpilihnya Miranda. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 400 cek perjalanan yang dibagikan kepada anggota DPR. Lembaga itu juga menemukan fakta bahwa tak semua anggota DPR mencairkan cek itu secara langsung. Ada beberapa anggota yang menguangkan cek melalui orang lain. (git/oki)
Sumber: Jawa Pos, 13 Oktober 2009
----------
DUGAAN SUAP DI DPR
Nurdin Halid Memenuhi Panggilan KPK
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Nurdin Halid akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada tahun 2004.
”Saya diperiksa untuk saksi tersangka Hamka Yandhu,” kata Nurdin saat tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/10).
Nurdin tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.35. Sebelumnya, Nurdin dijadwalkan diperiksa pada Selasa lalu. Namun, dia tidak hadir dengan alasan tengah mengikuti Musyawarah Nasional Partai Golkar di Pekanbaru.
Kepada wartawan, Nurdin menjelaskan, dirinya diperiksa dalam kapasitas sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004. ”Dulu, kan, saya di Komisi IX,” ujarnya.
Nurdin membantah bahwa dirinya ikut menerima aliran dana pascaterpilihnya Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada tahun 2004. ”Saya tidak terima uang itu. Selama di DPR dua periode saya tidak terima yang begitu-begitu,” kata dia.
Nurdin juga mengaku tidak ingat adanya arahan dari fraksi untuk memilih Miranda Goeltom saat pemilihan. ”Saya tidak ingat. Itu sudah lama sekali,” kata Nurdin.
Tidak tahu-menahu
Nurdin keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 14.00. Kepada wartawan, dia menegaskan, statusnya hanya sebagai saksi dan tidak tahu-menahu dalam kasus dugaan suap di Komisi IX DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan empat anggota DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka. Mereka adalah Hamka Yandhu (Fraksi Golkar), Endin Soefihara (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri), dan Dudi Makmun Murod (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
Kasus dugaan suap ini sebelumnya dibeberkan oleh Agus Condro Prayitno, mantan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Agus mengaku menerima Rp 500 juta dalam bentuk cek perjalanan. Uang itu diberikan seusai Miranda Goeltom terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, ada 102 orang yang menerima cek perjalanan dan diduga terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 10 anggota DPR mencairkan sendiri dananya. Lainnya, cek perjalanan itu dicairkan oleh istri anggota Dewan, sopir, atau anaknya. (AIK)
Sumber: Kompas, 13 Oktober 2009