KPK: Peran Miranda Diungkap di Pengadilan

Komisi antikorupsi tidak berencana menetapkan tersangka tambahan.

Komisi Pemberantasan Korupsi menunggu sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk mengungkap keterkaitan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom dan pengusaha berinisial N dalam kasus dugaan korupsi cek pelawat di Dewan Perwakilan Rakyat.

"Peran itu hanya bisa dibuktikan di pengadilan. KPK tidak bisa memberikan keterangan sekarang atau dengan membentuk opini publik siapa yang bersalah saat ini," ujar Pelaksana Harian Ketua KPK Bibit Samad Rianto saat dihubungi Tempo kemarin.

Kasus suap cek perjalanan ini mencuat berkat laporan anggota DPR, Agus Condro Prayitno, kepada KPK setahun lalu. Agus melaporkan telah menerima cek bernilai Rp 500 juta seusai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004, yang dimenangi Miranda.

Berdasarkan laporan Agus, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 480 lembar cek pelawat bernilai masing-masing Rp 50 juta diberikan kepada 41 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Cek itu dicairkan 102 orang--10 di antaranya oleh anggota Dewan. "Semua nama dan identitas lengkapnya sudah diserahkan ke KPK September tahun lalu," kata Ketua PPATK Yunus Husein.

Setelah hampir mandek selama setahun, Selasa pekan lalu KPK menetapkan empat tersangka untuk kasus dugaan suap ini. Mereka adalah Hamka Yandhu (Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (PDIP), Endin A.J. Soefihara (PPP), dan Udju Djuhaeri (TNI-Polri). Keempat tersangka ini, menurut KPK, menerima cek pelawat dari N.

Meski KPK memiliki bukti keterlibatan N, Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin mengatakan komisinya tidak berencana menetapkan tersangka tambahan, termasuk N. "Duitnya dari dia (N), nanti dibuktikan di persidangan," katanya. Siapa di belakang N?

Komisi antikorupsi tak bersedia memberikan penjelasan soal ini. Menurut Bibit, "Kami harus menghormati asas praduga tak bersalah."

Miranda, yang namanya dikait-kaitkan dengan cek pelawat itu, menolak berkomentar soal tudingan tersebut. "Saya menghargai media, tapi saya ada acara sekarang. Tolong hargai saya," ujarnya saat ditemui di lobi Hotel The Laguna Nusa Dua, Bali, Jumat malam lalu. Pejabat Gubernur Bank Indonesia itu berada di Bali untuk membuka seminar tahunan Bank Indonesia.

Yanuar Rizki, anggota Indonesia Corruption Watch, menilai KPK lamban menangani kasus dugaan suap ini. Padahal PPATK sudah melacak pembeli traveller's cheque dan pencairnya. Bahkan PPATK sudah memastikan 10 anggota itu mencairkan sendiri cek tersebut. "Kalau PPATK sudah ada data tentang traveller's cheque, sudah pasti ada buyer-nya dan artinya sudah ada ujung pangkalnya," katanya kemarin.

Menurut Yanuar, dengan adanya bukti seperti itu, KPK tidak boleh tebang pilih dalam menindak pihak yang terlibat. "Seharusnya tidak perlu menunggu proses pengadilan seperti kasus-kasus sebelumnya," ujarnya. Ia menambahkan, apabila hanya menindak sampai pada penerima, pelaku korupsi tidak akan jera. CHETA NILAWATY | BUNGA MANGGIASIH

4 dari 41

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan 480 cek perjalanan yang diduga terkait dengan pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Miranda mendapat 41 suara, Budi Rochadi 12, dan Hartadi Sarwono mendapat satu suara.

Cek pelawat itu dibagikan kepada 41 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi Komisi Pemberantasan Korupsi baru menetapkan empat tersangka dari komisi itu, meskipun Pusat Pelaporan dan Analisis menemukan 10 anggota DPR mencairkan sendiri cek tersebut.

Anggota lain Komisi Perbankan DPR
5 Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa
5 Fraksi Reformasi
1 Fraksi Partai Daulat Ummat
1 Fraksi Partai Bulan Bintang
1 Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia

HAMKA YANDHU
"Semuanya dapat, kok," ujarnya.

Partai Golkar
(15 anggota)

PDI Perjuangan
(17 anggota)

Partai Persatuan Pembangunan
(7 anggota)

Fraksi TNI/Polri
(4 anggota)

Sumber: Koran Tempo, 15 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan