KPK Minta Izin Fasum dan Fasos Dikembalikan ke Pemkot Surabaya
Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penyalahgunaan lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di Surabaya ternyata tidak main-main. Kajian KPK menunjukkan, sembilan fasum dan fasos teridentifikasi menyalahi izin pengelolaan tanah (IPT).
''Kami minta izin fasum dan fasos itu dihentikan dan dikembalikan ke Pemkot Surabaya,'' kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar di gedung KPK kemarin (2/4). Menurut dia, Pemkot Surabaya telah mengadukan persoalan fasum dan fasos itu ke KPK tahun lalu.
Sembilan fasum dan fasos tersebut tersebar di beberapa wilayah. Yaitu, Rungkut Madya, Medokan Ayu, Dukuh Kupang Barat, Nginden Intan Selatan, Manyar Timur, Mayjen Sungkono, Sidosermo Indah, Simpang Darmo, dan Ketintang Selatan. ''Wujudnya lahan dan itu luas-luas semua. Ada juga yang sudah menjadi pertokoan dan rumah,'' beber Haryono.
Berdasar temuan KPK, lanjut dia, ada beberapa pelanggaran terkait penyalahgunaan lahan fasum dan fasos itu. Di antaranya, penyalahgunaan wewenang dalam pemberian IPT, tidak konsisten antara IPT yang diterbitkan dan rencana tata ruang, penerbitan IPT yang kurang selektif, dan tidak berfungsinya mekanisme kontrol. ''Ini yang kami coba bersama-sama untuk ditertibkan,'' katanya.
Hingga kini, pihaknya masih melakukan tindakan yang sifatnya persuasif. Yakni, meminta fasum dan fasos itu dikembalikan ke Pemkot Surabaya. ''Kecuali kalau nanti ada unsur pidananya, kami bisa menindak,'' tegasnya.
Wakil Ketua KPK M. Jasin menambahkan, pembahasan fasum dan fasos di metropolis dilakukan tim di bawah deputi bidang pencegahan. Pihaknya juga telah memberikan rekomendasi kepada pemkot. Misalnya, tidak memberikan perpanjangan IPT. ''Kami concern karena ini pekerjaan besar. Wali kota juga setuju penyimpangan fasum dan fasos untuk ditertibkan,'' katanya, lantas menyebutkan bahwa nilai lahan tersebut bisa mencapai triliunan rupiah. Untuk langkah selanjutnya, penanganan dilakukan tim khusus dari KPK dan tim dari pemkot.
Jasin menjelaskan, langkah penertiban fasum dan fasos di Surabaya merupakan langkah awal KPK. Sebab, pihaknya menengarai penyalahgunaan semacam itu memiliki kecenderungan nasional. ''Kami sudah miliki (data) di Jakata. Ini juga akan lanjut di Bandung dan beberapa tempat lain,'' ungkapnya.
Wali Kota Surabaya Bambang D.H. yang juga hadir dalam kesempatan itu mengungkapkan, salah satu yang paling besar nilainya adalah Yayasan Kas Pembangunan (YKP), sebuah yayasan yang dulu didirikan Pemkot Surabaya. Awalnya, yayasan itu berdiri untuk menyediakan perumahan bagi karyawan.
Namun, karena ada UU No 16/2001 yang menyebutkan bahwa yayasan tidak boleh bergerak di bidang realestat, lantas didirikan PT YKP yang bergerak di bidang tersebut. "Nah, ini seolah-olah otomatis menjadi milik mereka dan lepas dari pemkot. Padahal, nilainya triliunan. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama bisa kami selamatkan,'' harap Bambang. (fal/oki)
Sumber: Jawa Pos, 3 April 2009