KPK Minta Dana Sepak Bola di Daerah Disetop
"Kita mempunyai target 150 emas. Sehebat-hebatnya sepak bola, tapi cuma satu emasnya."
Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pemerintah menghentikan pendanaan bagi klub sepak bola di daerah. Sebab, menurut Wakil Ketua KPK M. Jasin, lembaganya menemukan dugaan pelanggaran pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah, yang menjadi salah satu sumber pendanaan klub sepak bola.
"Menteri Dalam Negeri sebaiknya membuat aturan penghentian penyaluran APBD bagi klub sepak bola, termasuk pemberian sanksi yang dimulai pada 2012," kata Jasin dalam pertemuan dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi A. Mallarangeng, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan sejumlah kepala daerah di gedung KPK kemarin.
Dia menjelaskan, indikasi pelanggaran itu berupa pengelolaan keuangan daerah; rangkap jabatan pejabat publik pada penyelenggaraan olahraga yang bisa menimbulkan konflik kepentingan; dan pelanggaran prinsip transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan hibah APBD. "Ini hasil kajian KPK pada Januari hingga Maret 2011."
Selain aturan untuk menghentikan pengalokasian APBD bagi klub sepak bola mulai 2012, KPK meminta pemerintah menetapkan peraturan tentang pedoman pengelolaan dana hibah bagi pemerintah daerah. Isinya mengatur kriteria calon penerima hibah dan kewajiban mengumumkan ke publik nama penerima dan besaran hibah.
Menteri Gamawan menyambut baik rekomendasi itu. Dia mengatakan Kementerian Dalam Negeri memang sudah sepakat dengan Kementerian Olahraga, yakni pada 2012 tidak ada lagi dana APBD bagi klub profesional di daerah. Sebagai gantinya, kementerian akan membantu pembinaan olahraga dan memfasilitasi pembinaan sepak bola amatir. "Tapi, untuk klub profesional tidak ada lagi," ujarnya. Sebab, dia melanjutkan, klub profesional mempunyai banyak sumber dana. "Dari iklan, dari penonton, dan dari macam-macam. Namanya juga profesional."
Hal senada dikatakan Menteri Andi Mallarangeng. "Kami siap. Terpenting memastikan kegiatan olahraga tetap berjalan, dan good governance-nya juga berjalan," ujarnya. Dia mengakui selama ini ada ketimpangan dan ketidakadilan perlakuan pemerintah daerah terhadap sepak bola dibandingkan dengan cabang olahraga lainnya.
Dia mencontohkan, di beberapa daerah anggaran untuk klub sepak bola jauh lebih dominan dibanding olahraga lain. Menurut Andi, kondisi ini tidak baik. Apalagi, dia mencontohkan, saat menghadapi SEA Games. "Kita mempunyai target 150 emas. Sehebat-hebatnya sepak bola, tapi cuma satu emasnya."
Andi pun setuju jika Kementerian Dalam Negeri membuat aturan yang melarang pejabat pemerintah merangkap jabatan di institusi keolahragaan. Menurut dia, masih ada sembilan pejabat pemerintah yang merangkap jabatan di bidang olahraga. Padahal sudah ada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Isinya melarang pejabat rangkap jabatan dalam organisasi olahraga. "Dari 33 provinsi, masih ada yang merangkap jabatan. Itu bisa gubernur atau wakil gubernur," kata Andi.
Andi tidak menyebutkan nama kepala daerah itu. Namun dia yakin kondisi ini akan hilang seiring dengan waktu. "Ini transisi yang bisa selesai dengan sendirinya. Kami sudah minta KONI menertibkan dengan surat keputusan."
Menurut dia, pejabat merangkap jabatan karena masih kurangnya sumber daya manusia yang bersedia mengurus organisasi olahraga. Selain itu, menurut Andi, pada kenyataannya figur pejabat publik masih dibutuhkan untuk "membuka" pintu penggalangan dana. ISMA SAVITRI | SUKMA
Sumber: Koran Tempo, 6 April 2011