KPK Harus Mau Ajukan Rekaman

Dasar Penyidikan Polri Testimoni 15 Juli 2009

Komisi Pemberantasan Korupsi harus berani mengajukan bukti rekaman kemungkinan adanya skenario pihak tertentu terhadap kasus yang menimpa Wakil Ketua KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Bukti itu kini dipegang pimpinan KPK.

”Bukti rekaman itu sekarang di Pak Tumpak (Tumpak Hatorangan Panggabean, Ketua Sementara KPK). Minta dia,” kata Bibit di Jakarta, Rabu (21/10).

Menurut Bibit, bukti itu akan menjelaskan siapa di balik kasus yang menimpanya. ”Siapa yang merekayasa? Apakah Anggodo atau Anggoro Widjojo, atau ada orang lain? Ini harus kita cari bukti. Buktinya ada di Pak Tumpak. Yang menentukan dia dan empat orang pimpinan KPK lainnya,” ungkapnya.

Anggoro adalah tersangka kasus korupsi proyek radio komunikasi di Departemen Perhubungan. Anggodo adalah adik Anggoro yang disebutkan memberikan dana kepada sejumlah pimpinan KPK.

Bibit mengaku pernah meminta bukti rekaman itu, tetapi tidak diberikan. ”Saya tak dikasih karena bukan pimpinan KPK lagi. Padahal, itu penting buat pembelaan saya,” katanya.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku belum mengetahui bukti rekaman mana yang dimaksudkan Bibit. ”Kalau memang ada, pimpinan KPK pasti akan menyikapi hal itu,” kata dia lagi.

Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, mengatakan, KPK harus menjelaskan informasi tentang rekaman itu kepada publik. ”Kalau rekaman itu memang ada dan KPK tidak mau menggunakannya, pemimpin yang baru bisa dinilai melindungi atau minimal berkompromi terhadap kriminalisasi yang dialami Bibit dan Chandra. Ingat, tiga pelaksana tugas ini dipilih dengan kontroversi. Jadi, mereka harus buktikan punya keberanian dan independensi,” kata dia.

Febri mengatakan, bukti rekaman itu mungkin belum bisa dibuka ke publik saat ini. ”Tetapi, jika memang proses kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra diteruskan, publik perlu tahu tentang rekaman itu. Apalagi kalau rekaman itu menyangkut nama pejabat publik. Masyarakat harus tahu kebenarannya,” kata dia.

Banyak yang marah
Menurut Bibit, sejak KPK bekerja keras mengejar koruptor, banyak pihak yang marah. ”Kita mungkin bergerak terlalu kencang. Misalnya, menangani kasus apa saja kena DPR. Padahal, KPK tidak pernah menyasar DPR. Ini kebetulan saja. Sebenarnya tak hanya DPR, tetapi juga komunitas politik yang lebih besar. KPK sudah dianggap anak durhaka,” kata dia.

KPK juga dinilai meresahkan penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan. ”Padahal, itu salah satu tugas KPK. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan, kita dibuat untuk menangani korupsi yang ada pada penyelenggara negara dan penegak hukum,” kata dia.

Selain itu, KPK juga meresahkan mafia ekonomi. ”Misalnya, kalau kasus Agus Condro (mantan anggota DPR yang melaporkan dugaan korupsi dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI) dikembangkan, siapa di belakang kasus ini? Mafia ekonomi,” kata dia lagi.

Bibit mengatakan, upaya pelemahan KPK berkaitan dengan perubahan arus politik negeri ini. ”Kita harus kembali pada sejarah pembentukan KPK. Lembaga penegak hukum sudah ada, yaitu polisi dan kejaksaan. Tetapi, kenapa perlu KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi? Tanya saja ke DPR kenapa dulu membentuk KPK? Lalu, kenapa mau dilemahkan?” paparnya.

Testimoni 15 Juli
Bibit menggugat, pasal penyalahgunaan wewenang yang ditimpakan kepadanya yang dinilai mengada-ada. Mereka mempertanyakan, kenapa pengusaha Joko S Tjandra dicegah (dilarang ke luar negeri). ”Ada beberapa alat bukti yang menunjukkan indikasi keterlibatannya dalam kasus penyuapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan. Kenapa itu dianggap salah?” paparnya lagi.

Bibit juga menyebutkan, pasal penyuapan yang juga diarahkan kepadanya sebagai mengada-ada. Selama ini yang jadi dasar penyidikan polisi adalah testimoni yang dibuat Ary Muladi dan Anggodo pada 15 Juli 2009. ”Sekarang Ary mencabutnya. Itu tak mengandung kebenaran. Itu palsu semua. Misalnya, disebutkan pada 15 Agustus 2008 saya terima uang di Belaggio Residence. Padahal, waktu itu saya di Peru,” kata Bibit.

Ary sudah mencabut testimoni itu, yang dikuatkan dalam berita acara pemeriksaan. (aik)

Sumber: Kompas, 22 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan