KPK Harus Amankan Hamka
Pasca pengakuan mengebohkan di Pengadilan Tipikor pekan lalu, keselamatan Hamka Yandhu terancam. Anggota DPR yang menjadi terdakwa dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) itu kini merasa khawatir atas keselamatannya dalam tahanan di Rutan Polres Jakarta Barat.
Kepada Jawa Pos tadi malam, Wakil Ketua KPK M. Jasin mengungkapkan, pihaknya akan memberi perlindungan kepada politikus Golkar yang mengungkap 52 nama penerima aliran dana BI di Komisi IX DPR periode 1999-2004. Dua nama yang langsung mendapat sorotan adalah Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Kehutanan MS Kaban. "Tentu KPK akan mengamankan dia," ujarnya.
Berbagai reaksi ditunjukkan para pihak yang diungkap Hamka menerima dana BI. Tak hanya penolakan, politikus PDIP Daniel Budi Setiawan mengungkapkan, dalam waktu dekat akan mengajukan somasi, tuntutan pidana, dan tuntutan perdana atas kesaksian Hamka. Dia meminta Hamka mencabut keterangan yang diucapkan dalam persidangan bahwa dia menerima Rp 250 juta dari aliran dana BI.
Menurut sumber Jawa Pos, tak hanya soal hukum, keselamatan fisik Hamka bisa jadi terancam.
Pengakuan Hamka menjadi kunci KPK untuk mengungkap kasus BI ke DPR secara tuntas. Pasalnya, Antony Zeidra Abidin yang menjadi "partner'' Hamka dalam penerimaan dana BI dari Rusli Simanjuntak dan Asnar Ashari serta menyalurkannya ke DPR, menolak semua pengakuan Hamka. Dalam BAP-nya, wakil gubernur Jambi nonaktif itu tak mengakui pernah bertemu Hamka, Rusli, dan Asnar di Hotel Hilton dan rumahnya di Kawasan Gandaria, yang merupakan lokasi penyerahan uang.
Pengakuan Hamka hanya diperkuat keterangan Rusli dalam BAP yang menyatakan bahwa benar ada penyerahan uang tunai dalam empat tahap di dua lokasi tersebut. Dua mantan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 Amru Al Mutazin dan Ali As'ad yang juga bersaksi di Pengadilan Tipikor mengaku pernah menerima sejumlah dana dari Hamka. Tapi, keduanya mengaku tak tahu untuk apa dana tersebut.
Seperti apa bentuk pengamanan KPK? M. Jasin menegaskan, bentuknya bisa segala macam. Tapi, mantan direktur Litbang KPK itu tak menjelaskan teknis perlindungan bagi Hamka.
Secara terpisah, Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Danang Widoyoko mengungkapkan, pengamanan terhadap Hamka tak hanya soal hukum dari pihak-pihak yang merasa keberatan atas pengakuannya di sidang, tapi juga keselamatannya di penjara. "Tak hanya menitipkan tahanan, KPK juga harus mengawasi keselamatannya," ujarnya.
Hamka, ujar Danang, harus diperlakukan sebagai saksi kunci atau whistleblower kasus BI, khususnya mengungkap aliran dana BI ke DPR. "KPK juga punya kepentingan. Jika merasa terancam, bisa jadi dia mengubah keterangan di BAP. Jangan sampai itu terjadi, kasus BI bisa jadi tambah gelap," ujar pria berkacamata itu. Demikian pula jika terjadi hal-hal yang mengganggu keselamatan jiwa Hamka, kasus BI bakal tak tuntas.
Danang menambahkan, saat ini yang bisa diharapkan baru KPK. Pasalnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum terbentuk meski tujuh anggota telah disahkan DPR pada 15 Juli 2008. Ketiadaan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban makin mempersulit pihak yang merasa terancam untuk melaporkan pengaduan adanya ancaman. "Makanya KPK yang harus bertindak," ujarnya.
Respons Kaban
Sebelum menghadap Presiden SBY hari ini, rupanya Menteri Kehutanan M.S Kaban perlu menghadap dulu ke Wapres Jusuf Kalla (JK). Kepada, orang nomor dua RI itu, mantan anggota Komisi IX DPR RI yang tersangkut aliran dana BI senilai Rp 300 juta tersebut berusaha mengklarifikasi kasus tersebut. "Saya kira Pak JK ingin mengetahui lebih tentang posisi saya sebenarnya dalam kasus BI seperti apa," ungkap Kaban di Masjid Assafi'iyah, Jakarta, Minggu (3/8).
Dia merasa perlu menjelaskan hal tersebut kepada JK. Setelah kasus tersebut berkembang menjadi opini di masyarakat. Kaban kembali menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak terkait dengan revisi UU BI. Pembahasan undang-undang tersebut merupakan satu-satunya yang tidak diikuti Kaban sewaktu menjabat sebagai wakil rakyat. "Itu satu-satunya yang tidak saya ikuti di DPR," jelasnya.
Pernyataan yang diungkapkan Kaban tersebut diulangnya kembali. Sebelumnya, dalam diskusi "Korupsi Bersama ala DPR" Kaban pernah mengungkapkan pernyataan yang sama. Ketika itu, dia mengaku tidak terlibat dalam panitia kerja amandemen undang-undang BI tersebut.
Kaban juga menepis pernyataan yang diungkapkan anggota DPR Hamka Yandhu yang menuding menerima uang aliran dana BI senilai Rp 300 juta. "Itu kan hanya pernyataannya Pak Hamka Yandhu. Tetapi apakah pernyataan seseorang yang belum ada buktinya bisa dijadikan suatu pembenaran. Ini sama saja kayak zaman 60-an," cetusnya.
Selain itu Kaban menyampaikan kepada JK bahwa dirinya akan menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada proses hukum yang masih berlanjut. "Saya juga berani katakan, waktu zaman 1999-2004, posisi DPR waktu itu sangat-sangat lemah. Semua kegiatan memang mendapatkan uang desiminasi, dan uang itu dari Sekjen DPR. Kita nggak ada tahu uang itu berasal dari mana. Pokoknya tahunya dari pemerintah untuk melancarkan kegiatan di DPR, baik itu untuk studi banding ataupun membuat UU dan semuanyalah," teranngya.
Rencananya, Menhut MS Kaban hari ini memang akan menghadap Presiden SBY untuk memberikan klarifikasi terkait kasus aliran dana BI tersebut. (ein/git/rdl/kim)
Sumber: Jawa Pos, 4 Agustus 2008